WomanIndonesia.co.id – Perempuan dan anak seharusnya ikut terlibat aktif dalam berbagai sektor pembangunan. Namun banyak di antara mereka yang masih mengalami berbagai bentuk kekerasan, baik fisik, psikis dan seksual khususnya di tanah Papua.
Selain itu, permasalahan gender seperti stereotip, marginalisasi, subordinasi, dan beban ganda juga banyak dialami kaum perempuan di Papua.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise menjelaskan tidak hanya itu, berbagai masalah juga ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, khususnya Papua.
“Mirisnya, masalah tersebut berakar kuat dalam tradisi adat di tanah Papua,” kata Yohana saat kunjungan ke Jayapura, Papua, Kamis (20/6).
Seperti tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada perempuan akibat dari maraknya konsumsi minuman keras.
“Banyak kasus kekerasan hilang begitu saja karena diselesaikan secara kekeluargaan,” ujar Yohana.
Menteri Yohana menambahkan, tingginya harga mas kawin (mahar) yang ditetapkan dalam pernikahan dapat membebani dan menghalangi perempuan untuk menikah.
Dampaknya semakin tinggi angka seks di luar nikah yang berujung masalah baru, yaitu lahirnya anak tanpa akta kelahiran. Akibatnya banyak wilayah di Papua yang tergolong belum Layak Anak.
Hal ini, kata Yohana tentu memerlukan perhatian khusus, maka di sinilah pentingnya sinergi dan kerjasama antara pemerintah, tokoh adat, dan tokoh agama untuk duduk bersama dalam menyelesaikan berbagai permasalahan terhadap perempuan dan anak di tanah Papua ini.
“Melalui pertemuan Koordinasi Tokoh Adat dan Tokoh Agama di Papua yang berlangsung hari ini, saya harap dapat memperkuat komitmen kita bersama dalam isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di tanah Papua,” tegas Yohana.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitan Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (LIPTEK) Papua di tujuh wilayah adat Papua pada 2018, ditemukan beberapa fakta sebagai berikut.
1. Pembangunan dan pemberdayaan gender di provinsi papua belum memberikan kontribusi signifikan terhadap kualitas hidup perempuan.
2. Partisipasi perempuan di segala bidang pembangunan masih rendah.
3. Tingkat pedapatan ekonomi perempuan masih rendah kecuali di Kabupaten Jaya Wijaya dan
4. Perhatian pemerintah daerah masih sangat rendah terhadap isu perempuan melalui visi, misi, dan program pemberdayaan perempuan.
“Untuk itu, sejak 2016 hingga 2019, Kemen PPPA bersama pemerintah daerah, tokoh agama, tokoh adat, dan lembaga masyarakat Papua dan Papua Barat telah melaksanakan Program Pengembangan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang ditindaklanjuti dengan berbagai kegiatan,” ujar Yohana.
Menteri Yohana menuturkan, bahwa pada pertemuan koordinasi hari ini seluruh elemen masyarakat tersebut duduk bersama untuk membahas mekanisme pembuatan model atau buku Desain Program PP dan PA di Tanah Papua, melakukan MoU dengan Tokoh Agama terkait PPPA, melaksanakan Seminar tiga tungku (Pemerintah, tokoh agama dan tokoh adat) dan melaksanakan Rapat Koordinasi Teknis Kesetaraan Gender dengan Dinas di Papua dan Papua Barat.
“Saya meminta kepada para tokoh adat dan tokoh agama, agar dapat berkontribusi dalam memberikan pelayanan untuk memajukan kaum perempuan dan melindungi anak-anak dari kekerasan karena menyelamatkan perempuan dan anak sejak dini merupakan indikator kuat dalam mendukung pembangunan bangsa yang berkelanjutan,” pungkas Yohana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News