Womanindonesia.co.id – Menjaga kesehatan bayi adalah prioritas yang sangat penting bagi setiap orangtua. Namun, seringkali ada beberapa masalah kesehatan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi. Salah satu masalah kesehatan pada bayi yang sering terjadi adalah Anemia Defisiensi Besi atau ADB.
Masalah ini terjadi ketika kadar hemoglobin bayi di dalam tubuh rendah akibat kekurangan zat besi. Hal ini seringkali terjadi pada bayi yang masih dalam masa pertumbuhan.
Menurut DR. Dr. Lanny Christine Gultom, SpA(K), seorang dokter spesialis anak dan ahli nutrisi, ADB pada bayi tidak terjadi secara tiba-tiba, namun dilatarbelakangi oleh dua tahap sebelumnya. Pertama, deplesi besi (berkurangnya cadangan zat besi namun kadar hemoglobin masih normal), dan kedua, defisiensi besi dimana kadar hemoglobin bayi sudah menurun.
“Bayi yang mengalami deplesi besi dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan ADB di kemudian hari,” kata Lanny, Senin (25/12).
Lanny juga menjelaskan bahwa ada beberapa faktor penyebab ADB pada bayi, seperti suplai zat besi yang rendah, peningkatan kebutuhan besi, penurunan penyerapan besi di saluran cerna, dan perdarahan. Ibu yang hamil atau menyusui dapat menghindarkan bayi dari risiko ADB dengan memberikan asupan zat besi yang cukup.
Saat di dalam kandungan, bayi akan mendapatkan asupan zat besi dari ibunya yang cukup memenuhi kebutuhan bayi selama 4-6 bulan pertama setelah kelahiran. Namun, ketika bayi mencapai usia 4-6 bulan, cadangan zat besi mulai habis. Kebutuhan zat besi pada bayi berusia 6-11 bulan adalah sebesar 11mg per hari, dimana 97% dari kebutuhan zat besi tersebut harus dipenuhi dari makanan pendamping ASI atau MPASI.
Ibu dapat memberikan MPASI rumahan atau MPASI fortifikasi komersial sebagai makanan pendamping ASI untuk anak mereka. Kelebihan MPASI rumahan adalah beraneka-ragam rasanya dan lebih murah.
“Namun, MPASI rumahan memiliki risiko lebih tinggi dalam kontaminasi mikroba selama penyimpanan dan proses pemberian makanan, serta kejadian tersedak jika tekstur makanan yang diberikan tidak sesuai usia apabila dibandingkan dengan MPASI fortifikasi kemasan,” kata Lanny.
Dalam mengawasi produk MPASI, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) memastikan kandungan nutrisi dalam produk MPASI fortifikasi untuk anak harus sesuai dengan Codex Alimentarius.
“Kandungan nutrisi tambahan diperlukan untuk memastikan bahwa asupan zat gizi makro dan mikro pada anak tercukupi sehingga dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan bayi,” terang Lanny.
Namun, lanjut ia, hambatan yang sering kali dihadapi dalam penggunaan MPASI rumahan adalah kesulitan untuk menentukan kandungan nutrisi secara akurat dan daya terima anak yang mempengaruhi jumlah konsumsi, karena ukuran lambung bayi yang kecil.
Penggunaan MPASI fortifikasi kemasan dapat menjadi alternatif untuk digunakan secara tunggal atau dikombinasikan dengan MPASI rumahan agar memastikan asupan zat gizi makro dan mikro yang cukup pada bayi.
Karena ADB pada bayi dapat memiliki dampak jangka panjang pada pertumbuhan dan perkembangan anak, maka penting bagi orangtua untuk memberikan makanan pendamping ASI yang tepat. Oleh karena itu, MPASI fortifikasi kemasan dapat menjadi solusi alternatif untuk digunakan di rumah guna mencegah ADB dan menjaga kesehatan bayi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News