Beberapa tradisi membangunkan sahur di bulan Ramadhan masih dilakukan oleh masyarakat di berbagai daerah Indonesia.
Womanindonesia.co.id – Ramadhan merupakan bulan kesembilan dalam kalender Hijriah yang dirayakan oleh seluruh umat Muslim di dunia. Dengan puasa dan memperingati wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad menurut keyakinan umat Muslim, serta puasa sebagai salah satu rukun islam yakni rukun islam yang ketiga.
Ketika ramadhan, di Indonesia memiliki berbagai macam tradisi seperti tradisi menjelang buka puasa dan tradisi membangunkan sahur. Lantas, apa saja tradisi membangunkan sahur di berbagai daerah di Indonesia? Simak berikut ini.
Tradisi Membangunkan Sahur di Berbagai Daerah Indonesia
1. Tradisi Ngarak Beduk
Tradisi membangunkan sahur khususnya di Jakarta lebih terasa ketika kalian tinggal di pemukiman yang mayoritas berpenduduk suku asli Jakarta, yaitu Betawi. Tradisi ini lebih dikenal dengan sebutan Ngarak Beduk atau Beduk Sahur.
Dalam rombongan ini sejumlah puluhan orang peserta, baik tua muda maupun anak-anak, masyarakat sekitar tergabung dalam rombongan mengarak beduk untuk membangunkan sahur.
Menggunakan gerobak berisi beduk yang ditarik beramai-ramai, rombongan ini akan bersama-sama memukul beduk dan membunyikan genta, rebana, dan genjring. Tak lupa mereka berjoget sambil menyanyikan lagu-lagu daerah untuk membangunkan orang sahur.
Namun, ketika budaya Betawi mulai dipengaruhi oleh budaya Tiongkok, orang Betawi menambahkan petasan dalam tradisi membangunkan sahur selain menggunakan beduk. Suara keras yang ditimbulkan petasan dapat membuat orang terkejut dan akhirnya bangun. Alasan inilah yang kemudian digunakan untuk membangunkan orang sahur saat Ramadan.
2. Klotekan di Yogyakarta
Tradisi saat sahur ini dibuat oleh para pemuda di kampung di Yogyakarta dengan menggunakan alat musik modern, Kids. Alat musik yang digunakan mulai dari set drum yang ditata rapi dan dibawa dengan gerobak. Mereka berkeliling dengan menabuh drum yang digunakan untuk membangunkan warga sekitar saat sahur.
3. Tradisi Koko’o Suhuru
Koko’o Suhuru atau ketuk sahur adalah tradisi membangunkan warga dengan menggunakan barang bekas dan diiringi lagu-lagu daerah. Tradisi ini masih dipertahankan oleh orang tua hingga remaja di Gorontalo.
Cara itu sudah dilakukan turun-temurun dan sudah menjadi tradisi ketika Ramadan tiba. Mereka biasanya menyanyikan lagu Hulontalo Lipu’u diiringi ketukan khas dari barang bekas, warga secara beramai-ramai menyusuri sepanjang jalan membangunkan warga untuk bersahur.
Selain menyanyikan lagu khas daerah, mereka juga menyanyikan lagu Indonesia Raya, hingga menciptakan lagu sendiri yang diberi judul “Menunggu Sahur”. Warga sendiri mendukung kegiatan tersebut, bahkan banyak yang mencari bila rombongan ini tidak lewat.
4. Dengo-Dengo di Sulawesi Tengah
Salah satu tradisi unik membangunkan sahur di Indonesia adalah dengo-dengo. Dengo-dengo hadir di kota Bungku, Sulawesi Tengah sejak awal masuknya Islam sekitar abad ke-17. Dengo-dengo dalam bahasa Indonesia bermakna tempat beristirahat. Tempat ini berfungsi untuk berkumpul atau beristirahat menanti waktu berbuka puasa. Nah, saat membangunkan sahur para warga mulai berkumpul di dengo-dengo sekitar pukul 01.30 waktu setempat.
5. Tradisi Ubrug-ubrug
Masyarakat Kabupaten Karawang, Jawa Barat, atau tepatnya di wilayah Kecamatan Tempuran, memiliki tradisi membangunkan sahur dengan caranya sendiri. Tradisi membangunkan sahur di wilayah ini biasa disebut dengan istilah ”Ubrug-Ubrug”.
Biasanya warga akan membangunkan sahur dengan cara berkeliling kampung dengan memainkan beberapa alat musik tradisional ataupun modern dipadukan dengan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh seorang sinden.
Beberapa alat musik yang dipakai diantaranya kendang, organ, gitar, gong, serta beberapa alat musik lainnya. Biasanya, sekelompok pemuda setempat berkeliling kampung dimulai sejak pukul 22.00 WIB hingga menjelang waktu sahur sekitar jam 03.00 WIB
Walaupun mengeluarkan suara sangat keras, tak ada satupun warga sekitar yang merasa risih ataupun terganggu. Bahkan menurut informasi dari warga sekitar, justru bulan puasa tidak terasa afdol jika tradisi Ubrug-Ubrug hilang dari kampung mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News