3 Program Utama Tata Laksana Kanker di Indonesia
1. Project telementoring ECHO (Extension for Community Healthcare Outcomes)
Project ECHO merupakan model telementoring inovatif yang menghubungkan tenaga kesehatan di daerah (disebut dengan “spoke”) dengan spesialis/ahli di pusat rujukan (disebut dengan “hub”) sehingga pasien bisa ditangani di daerah tanpa harus selalu dirujuk.
Berlangsung sejak tahun 2021, Program ECHO menargetkan untuk mendirikan 10 hub layanan kanker yang tersebar di wilayah Indonesia bagian barat hingga timur dengan partisipasi lebih dari 100 rumah sakit (spokes) pada tahun 2024.
Direktur Utama RS. Kanker Dharmais dr. Soeko W. Nindito, MARS mengungkapkan selain peningkatan tata laksana kanker dan kapasitas tenaga kesehatan di rumah sakit, kami melihat bahwa kerjasama multipihak ini sangat krusial demi percepatan pengembangan jejaring penanganan kanker nasional.
“Telementoring ECHO misalnya, bisa mengembangkan jejaring tenaga kesehatan khusus kanker di berbagai daerah serta ekosistem pelayanan kanker yang lebih baik,” tutur dr. Soeko W. Nindito, MARS, Direktur Utama RS. Kanker Dharmais.
RS. Kanker Dharmais menjadi hub pertama di Indonesia yang menaungi berbagai rumah sakit di daerah. Hingga tahun 2022, program telementoring ECHO telah diterapkan dalam tiga fokus area yakni kanker anak, kanker payudara serta deteksi dini kanker payudara.
Khusus untuk deteksi dini kanker payudara, program ini menggandeng Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) untuk para kader kesehatan dan bidan dua Puskesmas di daerah Kabupaten Tangerang. Program ECHO telah menjangkau lebih dari 240 tenaga kesehatan yang berada di 23 rumah sakit di berbagai daerah di Indonesia.
RSUP dr Sardjito Yogyakarta akan mengikuti Langkah RS Dharmais untuk menjadi hub kedua bagi rumah sakit daerah di area Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. RSUP dr Sardjito akan memulai program ECHO pada 4 November 2022 dengan fokus pada kanker payudara. Sesi pertama ditargetkan untuk diikuti kurang lebih 70 peserta dari 11 rumah sakit daerah dan 12 rumah sakit vertikal.
2. Penguatan Kapasitas Tenaga Perawat Onkologi
Kemitraan ini juga melihat pentingnya peran perawat spesialis onkologi sebagai mitra kerja dari spesialis onkologi. Perawat onkologi di Indonesia masih mengandalkan on-the-job training dan sering dirotasi sehingga membatasi pengalaman perawat dalam onkologi dan hampir tidak ada perawat spesialis onkologi di Indonesia saat ini. Kondisi ini berkontribusi pada rendahnya kualitas perawatan pasien, kelelahan perawat dan hasil perawatan kanker yang tidak optimal.
Menjawab kebutuhan tersebut, Roche Indonesia bersama RS. Kanker Dharmais, FIK-UI, serta HIMPONI yang turut didukung oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, membangun kapasitas perawat onkologi melalui program beasiswa perawat spesialis onkologi di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Program Pelatihan Keperawatan Onkologi Dasar dan pengembangan pusat pelatihannya.
Dekan FIK-UI Agus Setiawan, S.Kp., M.N., D.N. mengatakan, program studi perawat spesialis onkologi di FIK-UI merupakan yang pertama dan masih menjadi satu-satunya di Indonesia. Ini adalah strategi jangka panjang untuk membangun kapasitas perawat onkologi.
Untuk program beasiswa spesialis onkologi di UI, para penerima beasiswa akan mengikuti program magister dan spesialis selama tiga tahun. Diharapkan pasca lulus, para perawat tersebut mampu menjadi mitra ahli onkologi di rumah sakitnya masing-masing.
“Target kami adalah menggandeng universitas lain untuk membuka program studi serupa agar setidaknya ada satu perawat spesialis onkologi di tiap provinsi sehingga semua lapisan masyarakat akan mendapatkan layanan dari perawat onkologi yang berkualitas,” jelas Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News