Womanindonesia.co.id – Disregulasi emosional mengacu pada kesulitan dalam mengatur emosi. Ini dapat bermanifestasi dalam beberapa cara, seperti merasa kewalahan oleh hal-hal yang menggerakkan kecil, berjuang untuk mengendalikan perilaku impulsif, atau memiliki ledakan yang tidak terduga.
Perasaan ekstrem ini dapat memengaruhi hubungan, pekerjaan, sekolah, dan kehidupan sehari-hari. Seseorang yang mampu mengatur emosinya bisa menyesuaikan perilaku mereka ketika situasi menuntut. Seseorang yang tidak mampu melakukannya mungkin memiliki kondisi yang disebut disregulasi emosional.
Meskipun disregulasi emosional belum tentu merupakan tanda gangguan kesehatan mental, itu bisa menjadi gejala dari berbagai kondisi, seperti gangguan disregulasi mood yang mengganggu.
Penyebab Disregulasi Emosional
Dalam beberapa kasus, penyebab disregulasi tidak mudah ditemukan . Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan disregulasi emosi pada seseorang. Trauma awal karena pertimbangan atau pengabaian dari pengasuh, menjadi salah satu alasan yang mungkin.
Trauma ini dapat berarti anak tidak membentuk hubungan dengan pengasuhnya dan dapat mengembangkan gangguan keterikatan reaktif. Selain itu, jika pengasuh sendiri hidup dengan disregulasi emosional, mereka mungkin kesulitan untuk meniru keterampilan koping dan emosi yang seimbang.
Kadang-kadang disregulasi emosional masih terjadi bahkan tanpa penyebab psikologis yang dapat diidentifikasi atau penyebab yang berkaitan dengan pengasuhan mereka. Ini mungkin hanya dalam sifat anak, atau susunan saraf mereka.
Gangguan terkait
Disregulasi emosional di masa kanak-kanak dapat meningkatkan kemungkinan mengembangkan gangguan kesehatan mental lainnya. Kondisi berikut dapat melibatkan beberapa aspek disregulasi emosional:
- Attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD): Dokter biasanya mendiagnosis gangguan perkembangan saraf ini di masa kanak-kanak. Namun, bisa berlanjut hingga dewasa. Anak-anak dengan ADHD mungkin mengalami kesulitan memperhatikan atau mengendalikan perilaku impulsif mereka.
- Gangguan spektrum autisme (ASD): Gangguan perkembangan ini dapat memengaruhi komunikasi dan perilaku. Umumnya, gejala muncul pertama kali 2 tahun kehidupan.
- Borderline personality disorder (BPD): Orang dengan BPD memiliki pola masalah yang berkelanjutan yang berkaitan dengan citra diri, suasana hati, dan perilaku. Hal ini dapat mengakibatkan pengambilan tindakan impulsif dan masalah hubungan.
- Gangguan stres pasca-trauma kompleks (PTSD kompleks): Dokter dapat mendiagnosis kondisi ini pada orang dewasa atau anak-anak yang berulang kali mengalami trauma, seperti kekerasan, penelantaran, atau mungkin.
- Gangguan disregulasi suasana hati yang mengganggu (DMDD): Kondisi masa kanak-kanak ini dapat melibatkan mengalami suasana hati yang ekstrem dan ledakan amarah yang intens. Hal ini dapat mengganggu kualitas hidup anak dan dapat membutuhkan perhatian klinis.
Tanda Disregulasi Emosional
1. Menghindari perasaan yang tidak dapat diterima
Ketika seseorang mengalami perasaan yang menyakitkan dan membuat reaksi emosi yang berlebihan, seseorang akan cenderung menghindari perasaan ini dengan tidak mengungkit atau menyinggung sesuatu yang berhubungan dengan hal tersebut.
2. Melakukan tindakan merusak diri
3. Menimbulkan prilaku yang tidak sehat
4. Tidak dapat menyelesaikan konflik
Orang yang tidak teratur secara emosional memiliki waktu lama dan sulit untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan argumen dengan cara yang produktif. Orang dengan gangguan disregulasi emosional akan mengalami kecemasan berlebihan, seperti kesusahan, takut ditinggalkan, ketidakmampuan atau rasa malu. Emosi yang meluap-luap dapat menyebabkan sulit untuk mengatasi masalah dan menemukan solusi.
5. Masalah kesehatan mental lainnya
Masalah kesehatan mental lain yang menjadi gejala disregulasi emosional adalah gangguan bipolar, ADHD , kepribadian ambang, gangguan makan, depresi, kecemasan, dan stres pasca-trauma (PTSD).
6. Menjadi lebih sensitif
7. Pengabaian emosional
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News