WomanIndonesia.co.id – Industri alat kesehatan sedang dihadapkan pada urgensi tata kelola alat kesehatan yang perlu dibenahi demi memastikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan sesuai standar.
Ketua Dewan Penasehat Gakeslab DKI Jakarta dan Banten Surya, Gunawan Widjaja mengatakan masih banyak kelemahan dalam kebijakan dan tata kelola alat kesehatan yang berdampak masif bagi bisnis alat kesehatan.
Berdasarkan peraturan Undang Undang Kesehatan Nomor. 36 tahun 2009, penyedia alat kesehatan memiliki kewajiban untuk menyediakan alkes yang aman, bermutu, dan berkinerja.
“Adapun, beberapa kondisi, seperti semakin ditekannya anggaran Pusat dan Daerah untuk dana alat kesehatan, penetapan harga di e-katalog yang sangat rendah,” kata Surya pada temu Musyawarah Nasional VII “Gakeslab Menjawab Tantangan Dunia Usaha Alkes dengan Menjadi Profesional Berintegritas” di Jakarta, Kamis (29/8).
Apalagi, lanjut ia dengan turun tayangnya e-katalog selama bulan Agustus ini, serta keterlambatan pembayaran dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) mempersulit penyedia untuk tetap berbisnis dengan beretika dan melaksanakan kewajibannya tersebut.
Surya menambahkan kondisi tersebut mendorong persaingan yang tidak sehat di antara penyedia alat kesehatan akibat semakin minimnya margin keuntungan yang diperoleh.
“Penyedia alat kesehatan dibebankan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang besarannya mencapai 20%-30%, sehingga kami harus memiliki modal setidaknya 120%-130% untuk membiayai pesanan dari e-katalog,” jelas Surya.
Ditambah, banyak fasyankes yang masih menunggak pembayaran dengan alasan dana BPJS atau Pusat yang belum cair, termasuk pesanan di tahun 2017-2018. “Resiko yang harus ditanggung penyedia alat kesehatan sangat tidak manusiawi,” ujar Surya.
Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, SH mengungkapkan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih terus diancam oleh defisit pembiayaan yang mengakibatkan ekosistem JKN terganggu, salah satunya penyedia alat kesehatan.
“Saat ini, industri alat kesehatan ‘tersandera’ oleh defisit JKN. Fasyankes, seperti Rumah Sakit (RS), mensyaratkan pembayaran alat kesehatan ketika BPJS Kesehatan telah membayarkan utang klaimnya,” jelas Timboel.
Disini Supply Chain Financing (SCF) dapat menjadi solusi, yaitu perbankan memberikan pembiayaan ke RS untuk menjamin operasionalisasi RS, termasuk membayar kewajiban-kewajiban RS kepada pihak ketiga, seperti penyedia alat kesehatan.
Untuk memastikan instrument SCF berjalan dengan baik, tentunya peran Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat dibutuhkan agar seluruh perbankan mau mendukung SCF dan memberikan kemudahan proses dan bunga pinjaman kepada RS.
“Serta, untuk memastikan agar pembiayaan tersebut teralokasikan dengan baik, BI dan OJK dapat mengatur skema pengalokasian pembiayaan pembayaran kepada pihak ketiga, seperti ke penyedia alat kesehatan,” jelas Timboel.
Sementara itu, menanggapi persaingan yang tidak sehat di antara penyedia alat kesehatan, Timboel menambahkan pentingnya peran Gakeslab dalam menegakkan kode etik mengingat industrinya yang berkaitan erat dengan sisi kemanusiaan.
Lebih lanjut Timboel menerangkan bahwa penyaluran alat kesehatan yang aman dan berkualitas harus terus menjadi prioritas penyedia alat kesehatan. Jangan sampai terpancing melakukan praktik yang tidak beretika karena hanya akan menimbulkan masalah hukum apabila alat kesehatan yang disalurkan tidak memenuhi kriteria.
“Kuncinya adalah meningkatkan daya tawar dengan praktik yang beretika, bukan justru mengesampingkan kualitas alat kesehatan untuk mengkompensasi harga murah. Gakeslab sebagai asosiasi juga harus berbenah diri secara internal demi membangun praktik bisnis yang sehat dan memberikan pelayanan kesehatan yang bermanfaat,” kata Timboel.
Ketua Umum Gakeslab Indonesia Drs. H. Sugihadi, HW, MM mengatakan sejumlah upaya telah dilakukan Gakeslab dalam membina anggotanya agar tetap Profesional dan Berintegritas menghadapi beragam tantangan yang ada.
“Kami rutin mengadakan pelatihan Cara Distribusi Alat Kesehatan Yang Baik (CDAKB) sebagai standar yang wajib diterapkan oleh semua Distributor Alat Kesehatan (DAK) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 4 Tahun 2014,” kata Sugihadi.
Gakeslab juga tengah bekerja sama dengan pihak profesional untuk membuat terobosan marketplace alat kesehatan, yakni Laman Alkes PINTAR (Pasti, Informatif, dan Transparan) dengan fitur unggulan, seperti jenis produk yang lebih banyak dan pengembangan fitur pembiayaan.
“Sebagai permulaan, laman akan diprioritaskan untuk pengadaan di fasyankes swasta, tetapi terbuka untuk digunakan oleh fasyankes pemerintah dan bahkan dapat diadopsi oleh pemerintah setiap saat,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News