Womanindonesia.co.id – Hari Keadilan Internasional memperingati adopsi bersejarah Statuta Roma pada 17 Juli 1998, dan menandai pentingnya melanjutkan perjuangan melawan impunitas dan membawa keadilan bagi para korban kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida.
Sejarah Hari Keadilan Internasional
Hari Keadilan Internasional adalah pengingat urgensi bagi semua negara yang berkomitmen pada keadilan di seluruh dunia untuk memastikan dukungan berkelanjutan bagi sistem peradilan internasional.
Hari Keadilan Internasional menunjukkan peran penting anggota masyarakat sipil dalam memastikan bahwa negara-negara anggota ICC memenuhi kewajiban mereka.
Anggota koalisi di seluruh dunia mengadakan perayaan untuk merangkul hari ini dalam solidaritas dengan para korban kejahatan berat di mana-mana.
“Penguatan peradilan pidana internasional dalam 20 tahun terakhir, dan khususnya adopsi Statuta Roma dan pembentukan sistem baru peradilan pidana internasional dan Pengadilan yang agung ini, akan dipandang sebagai kemajuan revolusioner untuk perdamaian dan supremasi hukum,” William R. Pace, ketua Koalisi untuk Pengadilan Kriminal Internasional.
Statuta Roma membagi kejahatan internasional ke dalam empat kategori inti: genosida (pembunuhan massal), kejahatan kemanusiaan (kejahatan yang menargetkan kelompok masyarakat tertentu, seperti perbudakan orang-orang berkulit hitam, dan kejahatan berbasis gender), kejahatan perang (pelanggaran hukum perang seperti membunuh warga sipil dan menyiksa sandera), serta kejahatan agresi (penjajahan, mobilisasi kekuatan militer tanpa alasan).
Proses peradilan atas empat bentuk kejahatan internasional inilah yang dimandatkan kepada Mahkamah Pidana Internasional.
Statuta Roma bersifat mengikat, namun pelaksanaannya masih dibatasi oleh beberapa klausul. Pertama, Mahkamah Pidana Internasional hanya dapat melakukan investigasi, dan proses peradilan terhadap negara yang secara legal meratifikasi Statuta Roma. Kedua, proses investigasi dan peradilan hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah Pidana Internasional apabila negara terkait tidak dapat, atau tidak mau melakukan proses investigasi dan peradilan”.
Pada saat peresmiannya, pengadopsian Statuta Roma didukung oleh 120 negara dan ditentang oleh 7 negara; 21 negara lain yang turut hadir dalam konferensi Roma memilih untuk abstain. Perlu diingat bahwa ‘pemberian dukungan terhadap pengadopsian Statuta Roma’, dan ‘mengadopsi Statuta Roma’ merupakan dua hal yang berbeda.
Dari 120 negara yang menandatangani dukungan untuk Statuta Roma, baru 60 negara yang berkomitmen secara legal untuk tunduk pada traktat tersebut (atau meratifikasi). Indonesia merupakan salah satu negara yang belum meratifikasi Statuta Roma.
Dukungan dan ratifikasi terhadap Statuta Roma agaknya menjadi elemen krusial bagi Indonesia. Pemerintah wajib memiliki komitmen untuk menjunjung prinsip-prinsip hak asasi manusia, dan niat baik untuk menuntaskan kasus kejahatan kemanusiaan di masa lalu, termasuk kejahatan berbasis gender.
Mari kita gunakan momen ini untuk menyuarakan pentingnya penegakan keadilan, dan komitmen pemerintah atas upaya penegakan keadilan yang menyeluruh!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News