Persepsi cantik bagi perempuan Afrika berbeda-beda pasalnya ada banyak budaya dan tradisi yang berbeda di benua ini, beberapa di antaranya termasuk body painting, body adjustment seperti lip plate dan tindik.
Womanindonesia.co.id – Setiap orang memiliki gagasan sendiri tentang apa itu ‘cantik’. Anda mungkin tidak menyadari bahwa makna ‘cantik’ berbeda setiap orang bahkan setiap negara mempunyai standar cantik yang berbeda-beda.
Menurut motivator Mohamad Risat, kecantikan itu bersifat relatif. “Menurut saya cantik, belum tentu menurut Anda cantik,” kata Kang Risat.
Bagi kebanyakan masyarakat di benua Asia cantik itu bertubuh langsing, kulit putih, dan hidungnya mancung. Tetapi apakah sama standarnya dengan masyarakat di benua Afrika? Cantik itu realtif!
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa banyak perempuan yang menilai dirinya tidak cantik padahal menurut penglihatan orang lain, cantik. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan bukan?
“Nah, bagi orang yang rendah diri ia selalu melihat kekurangan dirinya, tetapi bagi mereka yang percaya diri yang dilihatnya adalah kelebihan-kelebihannya,” ujarnya.
Dalam upaya untuk meruntuhkan standar kecantikan, ada beberapa persepsi berbeda tentang kecantikan. Apa persepsi kecantikan bagi perempuan Afrika?
Persepsi Cantik Perempuan Afrika
Dalam dunia budaya yang beragam, definisi dan standar kecantikan bervariasi dari satu komunitas ke komunitas lainnya. Sebagai benua terbesar kedua di dunia, Afrika diperkirakan memiliki total lebih dari tiga ribu suku, yang semuanya berbeda dalam budaya dan tradisi.
Kecantikan Afrika adalah mereka bangga dengan tubuh mereka yang montok. Ada banyak budaya dan tradisi yang berbeda di benua ini, beberapa di antaranya termasuk body painting, body adjustment seperti lip plate dan tindik. Namun, di banyak bagian Afrika, definisi kecantikan tampaknya telah berubah dari perempuan berkulit gelap montok menjadi sebaliknya.
Beberapa tempat seperti Nigeria bahkan menggunakan produk pemutih karena nilai-nilai masyarakat barat. Kecantikan Afrika sebagian besar beragam, namun, persepsi mereka mulai bergeser.
Meskipun tampaknya ada konotasi negatif di seluruh dunia, hampir semua perempuan (82%) di seluruh dunia percaya bahwa setiap gadis memiliki sesuatu yang indah pada diri mereka, dan 7/10 berpikir bahwa kecantikan sebagai sumber kebahagiaan amat penting.
BEKAS LUKA TUBUH
Banyak suku Afrika Barat menggunakan tanda tubuh untuk menandai tahapan tonggak yang berbeda dalam kehidupan, seperti pubertas dan pernikahan, dan menekankan peran sosial, politik, dan agama.
Setiap suku memiliki pola prasasti sendiri, yang bervariasi dalam ukuran, panjang, dan sudut. Bagi perempuan yang termasuk dalam suku-suku ini, tanda kesukuan dianggap sebagai pokok kecantikan, dan mereka terukir di wajah, lengan, pangkuan, dan payudara.
Tanda-tanda ini membantu membuatnya lebih menarik bagi pria karena dianggap indah untuk disentuh dan dilihat. Di antara perempuan Hausa dan Yoruba di Nigeria, tanda wajah dipakai untuk menetapkan garis keturunan pemakainya dan juga untuk tujuan spiritual.
Di komunitas Yoruba, ada empat gaya bekas luka wajah. Gaya Pele memiliki tiga garis memanjang yang tertulis di pipi, gaya Owu memiliki enam sayatan di setiap pipi, dan Gombo memiliki beberapa garis lurus dan melengkung yang terpisah setengah inci yang ditandai di pipi.
Gaya terakhir, yang dikenal sebagai Abaja, tertulis di pipi, dan bisa menjadi dasar dan kompleks. Teknik dasar terdiri dari tiga atau empat garis horizontal, sedangkan gaya kompleks terdiri dari enam garis horizontal di setiap pipi.
Kalau dipikir-pikir, skarifikasi wajah tidak jauh berbeda dengan budaya tato barat. Keduanya merupakan bentuk ekspresi, identifikasi, dan kecantikan.
PIRING BIBIR
Pelat bibir, atau sumbat bibir, adalah bentuk lain dari modifikasi tubuh di Afrika. Mereka umum di antara suku Surma dan Mursi di Ethiopia dan digunakan untuk menandakan bahwa seorang wanita siap untuk menikah. Pada usia 15 hingga 18 tahun, remaja putri ditindik bibirnya oleh ibu atau salah satu kerabatnya. Sayatan kecil sekitar satu hingga dua sentimeter dilakukan di bibir bawah, dan pasak kayu dimasukkan.
Setelah tindikan awal sembuh total, pasak diganti dengan yang sedikit lebih besar, dan dengan diameter empat sentimeter, para wanita sekarang dapat memasukkan piring pertama mereka, yang terbuat dari tanah liat. Setiap wanita membuat piringnya sendiri, dan dia diizinkan untuk menghiasnya sesuai keinginannya.
GAYA RAMBUT
Orang Afrika selalu sangat ekspresif dengan rambut mereka. Mereka menggunakannya sebagai cara untuk mengekspresikan kecantikan Afrika mereka dan sebagai representasi dari suku seseorang, status sosial, latar belakang keluarga, dan spiritualitas.
Beberapa gaya rambut paling ikonik dari suku Afrika termasuk rambut kemerahan dari suku Himba di Namibia utara. Wanita dari suku semi-nomaden ini menggabungkan mentega, lemak, dan oker merah untuk membuat pasta merah yang dikenal sebagai otijize, yang dioleskan ke rambut dan kulit mereka.
Sementara pasta ini menawarkan perlindungan dari sinar matahari dan membantu mengusir serangga, banyak wanita mengatakan bahwa mereka menggunakannya murni untuk tujuan estetika.
Gimbal adalah gaya rambut populer lainnya yang dikenakan oleh berbagai komunitas di seluruh Afrika. Mereka dikatakan berasal dari suku Maasai Kenya dan kemudian menyebar ke Ethiopia, bagian lain Afrika, dan akhirnya ke seluruh dunia.
MELUKIS WAJAH
Dengan penghapusan skarifikasi di sebagian besar negara Afrika, lukisan wajah sekarang digunakan sebagai alternatif. Cat wajah terbuat dari tanah liat yang diwarnai menggunakan tanaman dan bunga kering.
Warna Afrika memiliki arti yang berbeda dalam komunitas yang berbeda. Hitam melambangkan kematian, kejahatan, kekuatan, dan misteri, sedangkan abu-abu menunjukkan kedewasaan, otoritas, stabilitas, dan keamanan. Merah biasanya mewakili bahaya dan urgensi, tetapi di Nigeria, itu bisa menandakan kemakmuran dan kelimpahan.
MODE AFRIKA
Setiap wilayah di Afrika memiliki sesuatu yang berbeda untuk ditawarkan kepada industri fashion. Kain Afrika sangat bervariasi dalam hal bahan, warna dan cetakan. Dari Afrika Barat, misalnya, pewarnaan adalah metode utama pewarnaan kain, dan warna yang paling umum adalah nila. Pewarnanya alami, dan diperoleh dari berbagai tanaman dan tanah liat.
Tidak seperti produsen lain, kebanyakan desainer Afrika hanya membuat pakaian untuk membantu mengurangi kelebihan stok dan meminimalkan pemborosan kain. Model bisnis yang dibuat berdasarkan pesanan ini mempromosikan manufaktur yang etis dan lebih ekonomis untuk perusahaan skala kecil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News