Womanindonesia.co.id – Salah satu bagian penting dari budaya adalah pakaian ada atau tradisional. Sama halnya dengan suku bangsa lain di seluruh Indonesia, Betawi juga memiliki ragam pakaian adat yang masing-masing dikenakan pada acara-acara tertentu.
Pakaian adat Betawi selalu mewarnai perayaan HUT Jakarta dari tahun ke tahun, karena pakaian adat Betawi menjadi ikon DKI Jakarta. Secara keseluruhan, pakaian adat Betawi dibagi menjadi tiga kategori yakni pakaian sehari-hari, pakaian formal, dan pakaian pernikahan.
Di antara pakaian adat tersebut adalah ‘Kebaya Kerancang’ dan ‘Busana Sadaria’ dan Pangsi Betawi. Nah, di bawah ini kami ulas tiga pakaian adat Betawi yang harus dilestarikan.
3 Pakaian Adat Betawi yang Harus Dilestarikan
1. Kebaya Kerancang
Kebaya Kerancang merupakan baju tradisional perempuan Betawi dengan bordiran kerancang dan motif kembang yang ada di bagian bawah kebaya dan pergelangan tangan. Biasanya pemakaian baju ini dilengkapi dengan hiasan rambut konde bunder, kain sarung batik Betawi, alas kaki selop tutup, dan perhiasan.
Pakaian tradisional ini menyimbolkan keindahan, kecantikan, kedewasaan, keceriaan, dan pergaulan dengan landasan kearifan, aturan, serta tuntunan leluhur untuk memelihara keanggunan dan kehormatan perempuan. Jadi, dengan menggunakan kebaya ini seseorang diharapkan bisa memelihara kehormatannya sebagai perempuan.
2. Baju Sadariah
Baju Sadariah adalah baju adat Betawi untuk laki-laki. Baju ini terdiri atas baju longgar lengan panjang dengan kerah leher tertutup, kopiah hitam polos, kain sarung yang digunakan di leher, celana bahan gelap atau bermotif batik, dan sepatu pantofel atau sandal terompah. Baju Sadariah menggambarkan sosok lelaki yang rendah hati, sopan, dinamis, dan berwibawa. Filosofi dari baju sadariah ini yaitu tentang karakter dan sifat seorang laki-laki yang terpuji, Adjarian.
3. Pangsi Betawi
Pakaian adat Betawi yang satu ini sering dipakai oleh para jawara Betawi yang notabene para pendekar. Satu setel pakaian ini terdiri dari Baju Tikim dan Celana Pangsi. Hanya saja, belakangan ini pakaian ini lebih dikenal dengan Baju Pangsi.
Baju Pangsi ini memiliki bentuk leher bulat seperti huruf O atau Bahasa kekiniannya O-neck. Disertai dengan lengan panjang, Baju Pangsi dibuat dengan ukuran yang longgar dibanding ukuran tubuh pemakainya.
Dulunya, baju ini dibuat tanpa kancing namun sekarang umumnya menggunakan kancing. Para pria Betawi mengenakan kaos putih polos sebagai lapisan dalam Baju Pangsi sehingga terkadang baju tersebut bisa dilepas kancingnya.
Sedangkan Celana Pangsi merupakan celana panjang yang agak longgar sehingga tampak kebesaran. Warna celana disesuaikan dengan warna baju yang digunakan. Dulunya, pakaian adat Pangsi ini digunakan oleh laki-laki Betawi dalam kegiatan sehari-hari. Namun seiring perkembangan jaman, pakaian ini lebih banyak dikenakan oleh para jawara, pendekar, jagoan, main pukulan, dan petani Betawi.
Di pinggang laki-laki Betawi, tersemat ikat pinggang yang ukurannya lebih lebar daripada ikat pinggang biasa. Dan di lehernya, terdapat kain sarung yang dilipat rapi. Fungsi sarung ini bermacam-macam karena bisa untuk sajadah dan sarung saat sholat serta senjata saat duel.
Warna Baju Pangsi Betawi ini tidak hanya hitam, namun ada juga warna merah, hijau, dan putih. Masing-masing warna memiliki arti tersendiri. Baju Pangsi berwarna putih atau krem biasanya digunakan oleh jago silat yang juga merupakan pemuka agama.
Warna baju tersebut tentunya berpengaruh pada warna atribut lainnya, misalnya peci. Warna atribut tersebut menandakan siapa orang yang memakai baju tersebut. Pada jaman dulu, siapapun yang memakai peci merah adalah orang yang diakui oleh masyarakat sebagai orang yang ilmunya sudah tinggi, tukang jalan, dan telah banyak makan asam garam alias punya banyak pengalaman. Jika peci sudah turun tangan, keadaan sudah luar biasa gentingnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News