Stigma Obesitas
Kasus yang juga disebut adipositas telah menjadi epidemi global. Stigma obesitas juga memberikan tantangan tersediri dalam penanganannya. Stigma terhadap berat badan mencakup perilaku dan sikap negatif yang ditujukan terhadap seseorang terkait dengan bobot tubuhnya.
Stigma ini berbahaya dan kita harus memahami bahwa kegemukan merupakan suatu penyakit dan tidak dapat ditangani hanya dengan mengurangi asupan makanan dan lebih banyak beraktivitas fisik. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kelebihan berat badan dan adipositas sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan.
Praktisi kesehatan menggunakan BMI (body mass index atau indeks masa tubuh (IMT)) sebagai metode skrining, dan diagnosis klinis kegemukan didasarkan pada kelebihan lemak tubuh abnormal yang mengganggu kesehatan.
“Untuk orang Indonesia, BMI pada tingkatan 25 termasuk kategori berat badan berlebih, dan BMI lebih dari 27 dinyatakan sebagai kelebihan berat badan. Kita juga dapat memanfaatkan lingkar pinggang untuk menilai risiko seseorang terkena penyakit yang disebabkan oleh kegemukan. Ukuran pinggang lebih dari 80 sentimeter untuk wanita dan lebih dari 90 sentimeter untuk pria meningkatkan risiko penyakit yang disebabkan oleh c, ” lanjut dr. Dicky.
Untuk mencegah dan mengatasi kegemukan, diet memegang peranan penting. Diet yang biasa dilakukan sebagai bagian usaha untuk menurunkan berat badan, biasanya berfokus pada pembatasan energi untuk mengurangi berat badan.
Namun, menurut dr. Cindiawaty J. Pudjiadi, MARS, MS. Sp.GK, mengendalikan berat badan tidak cukup dengan usaha mengurangi asupan makanan dan menambah aktivitas olahraga. Kita juga harus memperhatikan apa yang kita makan, bukan hanya seberapa banyak yang kita makan.
“Mengurangi kalori yang efektif bukan hanya dengan sedikit makan dengan tujuan menekan asupan kalori serendah mungkin,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News