Womanindonesia.co.id – Belum lama ini masyarakat Indonesia ramai membicarakan ustaz kondang, Ustaz Abdul Somad (UAS) lantaran ditolak masuk ke Singapura, saat hendak berlibur bersama keluarganya. Hal tersebut disampaikan langsung oleh UAS lewat unggahan di akun Instagramnya @ustadzabdulsomad_official pada 16 Mei 2022 tersebut, U54AS terlihat sedang berada dalam sebuah ruangan kecil, menggunakan masker, sambil merekam kondisinya.
“UAS di ruang 1×2 meter seperti penjara di imigrasi, sebelum dideportasi dari singapore. Berita lengkapnya saksikan besok wawancara UAS, Selasa, 17 Mei 2022, hanya di channel: hai guys official,” tulisnya pada caption Instagram.
Perbedaan Not to Land Notice dan Deportasi
Melansir Antara, UAS tiba di Terminal Feri Tanah Merah Singapura pada 16 Mei 2022 dari Batam dengan enam pendamping perjalanan. Somad diwawancarai, setelah itu kelompok tersebut ditolak masuk ke Singapura dan ditempatkan di feri kembali ke Batam pada hari yang sama Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura membenarkan bahwa Ustadz Abdul Somad (UAS) tidak dideportasi dari Singapura tetapi ditolak masuk ke negara tersebut.
Hal itu disampaikan Koordinator Fungsi Sosial dan Budaya KBRI, Ratna Lestari, di Jakarta, Selasa (17/5), menanggapi laporan bahwa khatib terpandang itu dideportasi oleh otoritas imigrasi Singapura. “Saya ingin meluruskan. Petugas imigrasi sudah menyatakan tidak dideportasi, tapi izin masuknya ke Singapura ditolak karena tidak memenuhi kriteria orang asing yang masuk ke Singapura,” kata Lestari kepada ANTARA.
Pemerintah Singapura menegaskan bahwa masuknya pengunjung asing ke wilayahnya tidak bisa secara otomatis. Setiap orang akan dinilai berdasarkan kepantasannya masing-masing, kasus per kasus.
“Sementara Somad berusaha memasuki Singapura dengan berpura-pura untuk kunjungan sosial, pemerintah Singapura memandang serius siapa pun yang menganjurkan kekerasan dan/atau mendukung ajaran ekstremis dan perpecahan. Somad dan teman perjalanannya ditolak masuk ke Singapura,” kata Kementerian Singapura.
Apa Perbedaan Deportasi dan Not to Land Notice? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), deportasi adalah pembuangan, pengasingan, atau pengusiran seseorang ke luar suatu negeri sebagai hukuman, atau karena orang itu tidak berhak tinggal di situ.
Perbedaan Not to Land Notice dan Deportasi
Sementara itu, menurut laman resmi Kementerian Hukum dan HAM RI, deportasi adalah tindakan paksa ‘mengeluarkan’ Orang Asing dari Wilayah Indonesia. Secara hukum, deportasi diatur dalam UU NO.6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Pada pasal 75 ayat 1 disebutkan, “Pejabat imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menghargai atau tidak menaati peraturan perundang-undangan. Adapun pada pasal 75 ayat 2 disebutkan, Tindakan Administratif Keimigratisan dapat berupa: a. pencantuman dalam daftar Pencegahan atau Penangkalan; b. pembatasan, perubahan, atau pembatasan Izin Tinggal; c. larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di Wilayah Indonesia; d. keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di Wilayah Indonesia; e. pengenaan biaya beban; dan/atau f. deportasi dari Wilayah Indonesia.
Sementara itu, yang dialami oleh Abdul Somad adalah Not to Land Notice (NTL), atau ditolak memasuki wilayah negara Singapura oleh Immigration & Checkpoints Authority (ICA) Singapura. Seseorang bisa ditolak masuk ke suatu negara tertentu karena dianggap tidak memenuhi kriteria untuk diizinkan masuk.
Hal tersebut merupakan kebijakan dan kedaulatan masing-masing negara untuk mengambil keputusan mengenai izin masuk bagi orang asing ke suatu negara. Selain Singapura, ada beberapa negara yang memberlakukan kebijakan Not to Land Notice, salah satunya Malaysia. Mengutip laman resmi Kedutaan Besar Amerika Serikat di Malaysia, Anda bisa ditolah masuk ke Malaysia, karena beberapa alasan berikut:
- Paspor memiliki sisa masa berlaku yang kurang dari enam bulan
- Anda sebelumnya tinggal lebih lama di Malaysia dan dilarang kembali ke Malaysia untuk jangka waktu tertentu;
- Anda menggunakan status turis secara tidak tepat dengan mencoba tinggal di Malaysia lebih lama dari yang diizinkan; dan/atau
- Anda telah kehilangan atau Anda tidak memiliki paspor Anda.
Jika Anda ditolak masuk ke Malaysia, Anda akan ditahan di bandara sampai Anda dapat dikembalikan ke bandara tempat keberangkatan terakhir Anda. Anda tidak ditahan dan tidak ada tuntutan pidana yang akan diajukan. Anda sama sekali tidak memenuhi syarat untuk memasuki Malaysia pada kunjungan ini.
Karena Anda tidak ditahan, dan karena Kedutaan Besar AS tidak dapat mengintervensi atau mempengaruhi keputusan Departemen Imigrasi Malaysia, Departemen Imigrasi Malaysia mungkin tidak menanyakan apakah Anda ingin menghubungi Kedutaan Anda. Anda biasanya akan dikembalikan ke lokasi keberangkatan terakhir Anda pada penerbangan berikutnya yang tersedia yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan Anda.
Dalam beberapa kasus, Anda harus menunggu lama untuk penerbangan berikutnya yang tersedia ke lokasi keberangkatan terakhir Anda. Maskapai mungkin membebankan biaya pemesanan ulang atau pembelian tiket penerbangan ke lokasi keberangkatan terakhir Anda.
Ini akan menjadi tanggung jawab Anda untuk membayar biaya penerbangan yang diperlukan. Alasan Singapura Tolak UAS Menurut Kementerian Dalam Negeri Singapura, salah satu alasan Abdul Somad Batubara ditolak atau diberikan Not to Land Notice di Singapura adalah karena ia dianggap menyebarkan ajaran ekstremis dan perpecahan.
“Somad dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan perpecahan, yang tidak dapat diterima di masyarakat multiras dan multiagama Singapura,” kata Kementerian Dalam Negeri Singapura, dikutip Antara News.
Pernyataan tersebut diambil dari rilis pers tertulis menanggapi Nota Diplomatik yang dilayangkan Kementerian Luar Negeri RI terkait penolakan masuk Abdul Somad. Dalam pernyataan tersebut dijelaskan contoh bahwa Abdul Somad telah mengkhotbahkan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi “syahid”.
“Dia juga membuat komentar yang merendahkan anggota komunitas agama lain, seperti Kristen, dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal ‘jin (roh/setan) kafir’. Selain itu, Somad secara terbuka menyebut non Muslim sebagai kafir,” ujar Kementerian tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News