Internasional Nol Toleransi Bagi Praktik Sunat Perempuan (International Day of Zero Tolerance to Female Genital Mutilation) diperingati pada tanggal 6 Februari setiap tahunnya
Womanindonesia.co.id – Peringatan Hari Internasional Nol Toleransi Bagi Praktik Sunat Perempuan 6 Februari bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak bahaya, sekaligus menghilangkan praktik sunat perempuan di seluruh dunia.
Hari Internasional Nol Toleransi Bagi Praktik Sunat Perempuan pastinya tidak terlepas dari sejarah ditetapkannya peringkat tersebut. Simak sejarahnya berikut ini.
Sejarah Hari Internasional Nol Toleransi Bagi Praktik Sunat Perempuan
UNICEF merupakan lembaga yang menentang praktik Female Genital Mutilation (FGM) atau lebih dikenal dengan ‘sunat perempuan’. Menurutnya praktik seperti ini termasuk pelanggaran terhadap hak anak dan perempuan.
Sunat atau khitan pada perempuan atau disebut dengan mutilasi genital perempuan/Female Genital Mutilation (FGM) adalah semua prosedur yang melibatkan tindakan mengubah atau melukai alat kelamin perempuan untuk alasan non-medis.
Dalam masyarakat tertentu, praktik ini dilakukan oleh seorang tukang sunat tradisional ataupun klinik sunat perempuan modern yang melibatkan pengangkatan atau pemotongan labia dan klitoris dengan pisau kecil atau alat khusus lainnya.
Menurut PBB dan WHO, sunat perempuan mencerminkan ketimpangan gender yang mengakar, sekaligus bentuk ekstrem diskriminasi terhadap perempuan dan anak-anak perempuan. Menurutnya sunat perempuan sama sekali tak mempunyai manfaat untuk kesehatan. Justru sebaliknya, memiliki efek membahayakan, bahkan sampai kematian.
Oleh karena itu, praktik sunat perempuan ini telah diakui secara internasional sebagai pelanggaran hak asasi perempuan dan anak perempuan. Hal ini didukung dengan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Swiss Medical Weekly pada Januari 2011 lalu.
Melansir dari laman situs PBB pada tahun 2012. PBB mendesak diakhirinya pratik ini pada hari internasional untuk tidak mentolenransi sunat perempuan.
Apa saja dampak yang ditimbulkan dengan mutilasi alat kelamin perempuan ?, sebagai seluruh prosedur yang melibatkan perubahan atau melukai alat kelamin wanita karena alasan nonmedis. Dampak yang ditimbulkan sunat perempuan ini pun disebut banyak mudaratnya.
Diantaranya perempuan yang di sunat menghadapi komplikasi jangka pendek, seperti syok, pendarahan berlebihan, nyeri buang air kecil, bahkan kesulitan buar air kecil hingga efek jangka panjangnya yaitu bagi kesehatan seksual dan reproduksi serta kesehatan mental mereka.
PBB mencatat Sunat perempuan atau female genital mutilation (FGM) utamanya dipraktikkan di 30 negara di Afrika dan Timur Tengah. Masyarakat di beberapa negara di Asia dan Amerika Selatan juga menerapkan praktik ini.
Penelitian ini menemukan bahwa sunat perempuan memiliki dampak berbahaya yaitu dapat berupa infeksi berkelanjutan, luka kronis, berkembangnya kista, kesulitan buang air kecil, sulit menstruasi, komplikasi saat melahirkan, pembuahan fatal, sampai ketidakmampuan untuk hamil.
Tak hanya itu, praktik ini juga melanggar hak-hak perempuan di bidang kesehatan, keamanan dan integritas fisik, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan, dan hak untuk hidup jika dampaknya berupa kematian.
Itulah yang melatarbelakangi dicetuskannya Hari Internasional Nol Toleransi Bagi Praktik Sunat Perempuan. Semoga bermanfaat!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News