Womanindonesia.co.id – Putra bungsu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Kaenag Pangarep melangsungkan akad nikah dengan kekasihnya Erina Gudono pada Sabtu (10/12) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Dalam prosesi pernikahan tersebut terdapat beberapa aturan yang mesti diperhatikan oleh para tamu undangan, seperti motif batik yang tak boleh atau dilarang digunakan saat menghadiri acara sakral tersebut.
Lantas, motif batik seperti apakah yang dilarang dipakai ke pernikahan Kaesang tersebut? Berikut ulasannya.
Motif Batik yang Dilarang Dipakai Ke Pernikahan Kaesang
Para tamu yang menghadiri proses pernikahan Kaesang tidak diperkenankan memakai batik motif parang atau lereng.
“Untuk masuk Puro Mangkunegaran nggak boleh pakai batik motif parang atau lereng,” ucap Gibran Rakabuming Raka, dilansir detikJateng, Senin (12/12).
Aturan tersebut langsung dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegoro X. Menurutnya, hal tersebut memang sudah lama diatur dalam adat Mangkunegaran.
“Aturan dari Kanjeng Gusti (Mangkunegoro X) yang menyarankan. Aturan dari Puro,” kata Gibran.
Selain batik motif parang yang dilarang dipakai tamu pernikahan Kaesang, Ketua Komunitas Solo Societeit itu mengatakan ada motif lain yang pantang atau tidak boleh dipakai untuk menghadiri acara pernikahan.
Bila batik motif ini dipakai di acara pernikahan akan terkesan mendoakan sesuatu yang buruk.
Pemerhati sejarah Kota Solo, Dani Saptoni, menjelaskan motif batik parang hanya dipakai para raja. “Batik parang khusus untuk pakaian raja-raja, pangeran, keluarga inti raja. Motifnya miring-miring itu,” ujarnya.
Dani menjelaskan motif batik sangat banyak dan mengandung kesan sendiri-sendiri. Setiap motif batik punya kekhususan penggunaan maupun larangan penggunaannya. Sehingga masyarakat harus jeli saat akan memakai batik.
“Contohnya motif parang yang khusus untuk raja. Nganten nggo parang ora entuk. Dalam tradisi masyarakat Jawa itu perwujudan pertentangan eksistensi kerajaan Mataram zaman dulu. Parang dengan lereng sama,” terangnya.
Dalam tradisi Keraton Yogyakarta, batik motif parang, seperti Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat Lar, Udan Liris, Rujak Senthe, Parang-parangan, Cemukiran, Kawung, dan Huk merupakan Awisan Dalem atau motif larangan. Berkaitan dengan hal tersebutt, penggunaannya pun terikat oleh aturan tertentu.
Dikutip dari laman resmi Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, aturan penggunaan motif parang tertuang dalam “Rijksblad van Djokjakarta” tahun 1927 tentang Pranatan Dalem Bab Jenenge Panganggo Keprabon Ing Kraton Nagari Yogyakarta.
Dalam nyamping atau bebet, aturan penggunaan motif parang sebagai batik larangan adalah sebagai berikut.
- Parang Rusak Barong ukuran lebih dari 10 cm hingga tak terbatas hanya boleh dikenakan oleh raja dan putra mahkota.
- Parang Barong ukuran 10-12 cm dipakai oleh putra mahkota, permaisuri, Kanjeng Panembahan dan istri utamanya, Kajeng Gusti Pangeran Adipati dan istri utamanya, putra sulung sultan dan istri utamanya, putra-putri sultan dari permaisuri, dan patih.
- Parang Gendreh ukuran 8 cm dipakai oleh istri sultan (ampeyan dalem), istri putra mahkota, putra-putri dari putra mahkota, Pangeran Sentana, para pangeran dan istri utamanya.
- Parang Klithik ukuran 4 cm ke bawah dipakai oleh putra ampeyan dalem, dan garwa ampeyan (selir putra mahkota), cucu, cicit/buyut, canggah, dan wareng.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News