Womanindonesia.co.id – Anak-anak berkebutuhan khusus seringkali jauh tertinggal dari teman sebayanya dalam perkembangan literasi yaitu, membaca, kosa kata, dan menulis. Anak berkebutuhan khusus ialah anak yang mengalami keterbatasan baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya.
Kendati demikian, bukan berarti anak yang terlahir ‘spesial’ ini tidak bisa sukses seperti anak pada umunya. Pola asuh dan pendidikan yang baik akan mengoptimalkan mereka dalam menggali potensi diri.
Jakarta Child Development Center (JCDC) mengajak anak-anak berkebutuhan khusus menampilkan sekaligus menjual karya mereka di pameran khusus yang digelar selama dua hari di Neo Soho Jakarta, 10-11 Desember 2022.
Adapun karya yang ditampilkan mulai dari lukisan, membuat buku cerita, seni kriya, pembuatan alat bantu untuk anak berkebutuhan khusus hingga kuliner.
Peran Orangtua Menggali Potensi Anak Berkebutuhan Khusus
Psikolog klinis sekaligus pendiri JCDC Nadia Emanuella Gideon, M.Psi, anak-anak berkebutuhan khusus ini bisa menghasilkan karya luar biasa jika orang tua hadir dan sepenuh hati mendampingi mereka. Orangtua adalah sosok terbaik dalam mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus untuk menemukan potensi dirinya.
“Dengan kata lain, anak berkebutuhan khusus bisa mengoptimalkan talenta mereka jika diasah sejak dini. Serta diagnosisnya juga dilakukan sedini mungkin di bawah usia 2 tahun, serta harus tepat,” terang Nadia dalam diskusi bersama media menandai peringatan ulang tahun ketiga JCDC di Neo Soho Jakarta, Sabtu (10/12).
Menurut Nadia, diagnosis yang tepat perlu dilakukan untuk memutus kebingungan agar tidak menjadi pertanyaan mengganggu. Sebaiknya, diagnosis diberikan saat semua observasi sudah lengkap dan menunggu momen yang tepat.
“Diagnosis anak berkebutuhan khusus harus dilakukan secara hati-hati, karena tidak bisa diubah. Ada yang memutuskan diagnosis dengan tergesa-gesa dengan hasil berbeda sehingga membingungkan orang tua. Ini yang harus dihindari,” tutur Nadia.
Nadia menambahkan, diagnosis bukan sekadar label. “Diagnosis yang benar akan membantu orang tua untuk melakukan kegiatan latihan yang bertujuan membantu anak-anak tumbuh optimal,” terangnya.

Dalam menangani anak berkebutuhan khusus, sebut Nadia, psikologi melihat orang tua sebagai satu tim. Dia mengakui, menerima dengan ikhlas bahwa sang buah hati memiliki kebutuhan khusus bukanlah hal yang mudah.
“Kami tidak minta orang tua dengan cepat dapat menerima. Tidak apa sedih, mari sedih sama-sama. Namun harus ingat bahwa Individu dengan kebutuhan khusus punya potensi untuk digali bakatnya,” tutur Nadia.
Nadia menekankan, gangguan perkembangan pada anak berkebutuhan khusus bukanlah penyakit. “Gangguan perkembangan bukan seperti penyakit tapi akan tetap sebagai profil mereka. Tidak bisa disembuhkan, namun bisa dilatih agar Dilatih produktif dan mandiri. itulah tujuan utamanya,” urainya. “Setiap individu punya hal positif. Fokuskan ke sana.”

Salah satu anak dengan kebutuhan khusus, Audrey (20 tahun), didiagnosis autis di usia 1,5 tahun. “Dia kurang memiliki eye contact, kalau jalan bolak balik. Saat usia 1 tahun muncul tanda-tandanya, kami sebagai orang tua mulai curiga dan membawanya ke ahli untuk mendiagnosis gangguan itu,” ujar Budi, sang ayah yang mendampingi sang anak ke luar negeri. demi mencari diagnosis kondisinya.
Spektrum autisme Audrey berhasil dideteksi di usia dini sehingga dia punya kesempatan mengeksplorasi bakat, yaitu menyanyi dan melukis. Budi mengaku menerapkan DIR Floortime dalam pengasuhan Audrey.
“Dengan DIR Floortime itu anak menjadi leader. Dia maunya apa, kita masuk ke dunia mereka, baru ngeklik,” ujar Budi yang mengaku sempat denial saat menerima diagnosis buah hatinya dinyatakan autis.
Untuk diketahui, DIR Floortime merupakan salah satu pendekatan yang terbukti berhasil membantu mengatasi perilaku sulit pada anak dan mendorong optimalisasi perkembangan anak.
Sang ayah membawa Audrey les melukis di usia 4 tahun. “Saya lihat dia ada potensi di situ. Saya cari pembimbing yang bisa handle anak berkebutuhan khusus,” tutur Budi yang mengaku sempat denial saat menerima diagnosis buah hatinya dinyatakan autis.
Budi menandaskan, sebagai orangtua akan sekuat tenaga membuat Audreay mandiri. “Potensi anak pasti ada, orangtua harus cari terus pptensinya. Tugas kita mencari jangan menyerah begitu saja,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News