Masalah yang Ditangani Indomc For Pakistan
Lebih jauh masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau masalah dalam pernikahan yang terjadi di Pakistan itu sendiri, Sylvi dan teman-teman menyatakan tidak mampu untuk menolong, begitu juga KBRI.
Yang bisa dilakukan hanyalah memberikan pengertian atau jalan keluar yang mana itupun tidak bisa dilakukan secara terang-terangan karena kebanyakan orang Pakistan tidak suka jika ada pihak luar yang mencampuri urusan rumah tangganya.
Contoh kecil, seandainya di jalan bertemu dengan pasangan suami istri di mana si istri terkena tindakan KDRT, polisi tidak bisa membantu melerai.
“Saat perempuan tersebut meninggal atau akan mati, bantuan baru akan diberikan. Sepanjang hanya cekcok atau main tampar, sekelas pihak berwajib tidak akan ikut campur,” ujarnya.
Salah satu cara, biasanya saat ada perjalanan ke Indonesia untuk studi anak, mereka akan menunjuk satu advokat yang bisa membantu. Biasanya advokat selalu mengerti dan lebih paham dengan perkembangan perundang-undangan yang baru. Ini disebabkan setiap tahun pasti ada pengembangan-pengembangan mulai dari izin tinggal ataupun aturan dan regulasi hukum kedua negara.
Indomc For Pakistan lebih fokus sebagai penggiat kawin campur Indonesia dan Pakistan untuk mendalami pada masalah keluarga atau rumah tangga. Kemudian mereka juga mengedukasi dan memperingatkan para perempuan Indonesia agar lebih mempersiapkan diri.
Pada dasarnya yang harus dipahami bahwa sebagai seorang perempuan Indonesia adalah kesiapan lahir dan batin.
“Ketika sudah memutuskan untuk menikah dengan seorang laki-laki Pakistan, diharapkan secara lahir batin sanggup dan siap menerima konsekuensi terburuk apapun itu dalam kehidupan yang dari segala sisi sangat berbeda terutama adat, budaya juga kebiasaannya,” ujarnya.
Hidup meski dengan orang yang berbeda negara tentu tidak dimaksudkan untuk jangka pendek saja. Bahkan tidak menutup kemungkinan hanya berdua saja karena akan ada anak-anak juga.
Ditambah, Pakistan itu unik, kesan ‘sakarepe dewe’ (atas kemauanmu sendiri) itu ada dibandingkan dengan negara-negara Eropa atau Amerika yang jauh lebih tertib aturan hukumnya.
“Membawa semua dokumen asli beserta fotocopynya dalam jumlah yang cukup banyak, termasuk di dalamnya data diri dan ijasah karena besar kemungkinan akan dibutuhkan. Titipkan semuanya pada orang yang dipercaya. Adanya tabungan dalam bentuk tunai atau tersimpan dalam bank sebaiknya juga tidak diberitahukan pada suami beserta keluarganya. Termasuk kepemilikan buku passport jauh lebih baik disimpan sendiri. Ini semua dilakukan untuk kepentingan menjaga diri dan waspada,” terang Silvi.
Sebagai orang asing yang masuk dalam keluarga mereka, mau tidak mau kita wajib tunduk dan mematuhi adat budaya setempat. Orang Pakistan bukan orang yang mudah menyerap dan menerima budaya di luar mereka. Bagi mereka, tradisi yang mereka miliki adalah yang terbaik.
“Jadi jangan kaget kalau rumah tangga pasangan muda banyak diatur dan dicampuri tangan keluarga besar. Tentu saja ini menjengkelkan untuk yang terbiasa mandiri. Dari yang biasanya bisa membeli sendiri, tetiba harus diatur dan diawasi,” terangnya.
Kendati ia menampik bahwa semua keluarga Pakistan sama, namun mayoritas keluarga menerapkan aturan yang sama. “Tetapi dari seratus persen kemungkinan, hanya satu persen yang punya pikiran dan adab modern. Selebihnya, ya seperti itu adanya,” ujar Sylvi.
Secara garis besar, yang sering terjadi sebenarnya kaget perbedaan budaya saja. Silvi memberi contoh lain dalam urusan makanan misalnya. Warga Pakistan lebih berorientasi pada masakan olahan gandum yang mana akan lebih sering roti-rotian yang tersaji di meja makan.
Sering Sylvi dan teman-teman membagikan hal ini sebagai salah satu printilan yang dianggap sepele tapi begitu dijalankan tidak semudah yang dibayangkan. Tidak mudah memberi pemahaman bahwa kita adalah satu-satunya orang asing yang masuk ke rumah mereka.
Sesuai kata pepatah bahwa di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Bukan mereka yang seharusnya menyesuaikan diri, tapi kita.
“Kunci dari hidup dengan perbedaan adalah kesabaran. Kesabaran dalam jumlag yang berkali-kali lipat besarnya. Menikah beda suku walau sesama Indonesia saja suka repot, apalagi beda negara. Kalau tidak siap sabar, lebih baik jangan. Ini berat, kamu tak akan mampu,” tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News