WomanIndonesia.co.id – Secara garis besar, ada tiga layanan upaya berhenti merokok, yaitu melalui layanan berhenti merokok di tingkat primer, seperti puskesmas ataupun klinik-klinik, di tingkat sekunder yaitu di rumah sakit, serta layanan Quit Line melalui telepon.
Di tingkat primer, pendekatan untuk berhenti merokok yang sudah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan melalui puskesmas di 33 provinsi ialah konseling dan peningkatan motivasi atau motivation support.
“Pendekatan konseling ini ada beberapa macam, yaitu melalui pendekatan 5A (Ask, Advice, Assess, Assist, Arrange), pendekatan ABC (Ask, Brief Advice, Cessation Support), atau di Indonesia menggunakan pendekatan 4T (Tanyakan, Telaah, Tolong dan Nasihati, serta Tindak Lanjut),” jelas dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
Namun perlu diingat, jika ingin benar-benar berhenti merokok, modal awal yang harus dimiliki ialah motivasi.
“Data dari RSUP Persahabatan menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki motivasi rendah dalam berhenti merokok, tingkat keberhasilannya hanya sekitar 30%. Namun jika motivasinya tinggi, tingkat keberhasilannya sekitar 70%,” tambah dr. Agus.
Program berhenti merokok di tingkat primer atau puskesmas dijalani selama 3 bulan dengan kontrol rutin setiap 2 minggu.
“Kalau dalam 3 bulan tidak berhasil, biasanya dirujuk ke layanan sekunder atau rumah sakit untuk mendapatkan terapi berhenti merokok yang lebih lengkap,” tambah dr. Agus.
Jika muncul kendala yang cukup berat saat berhenti merokok, seperti gejala putus nikotin (withdrawal) yang cukup berat ditandai dengan stres, mudah marah, hingga depresi, orang tersebut harus dirujuk ke layanan sekunder untuk mengatasi withdrawal.
“Pada prinsipnya, orang yang mau berhenti merokok kendalanya ada 5 hal, yaitu motivasi, adiksi atau ketagihan, withdrawal atau putus nikotin, perilaku atau kebiasaan, dan faktor lingkungan. Jadi, layanan tingkat sekunder membantu mengendalikan kelima aspek tersebut,” ungkapnya.
Kalau layanan berhenti merokok di rumah sakit, awalnya adalah konseling. Dilakukan assessment terlebih dulu. Ini dilihat dari adiksinya atau motivasinya. Setelah itu, menggunakan modalitas tambahan, seperti obat-obatan atau farmakoterapi.
Namun kalau cara konseling dan pemberian obat dirasa kurang, biasanya ada terapi pendukung, seperti hipnoterapi, psikoterapi atau terapi psikiatrik bersama dengan dokter khusus kejiwaan, terapi perilaku, terapi akupuntur, acupressure, serta rehabilitasi medik. Selain itu, bisa juga disertai dengan konsultasi gizi.
“Misalnya berat badan seseorang setelah withdrawal naik secara berlebihan, maka konsultasi gizi diperlukan untuk mengendalikan berat badan. Namun, tidak semua orang diberikan semua modalitas pendukung itu. Harus dilihat aspek atau masalahnya ada di mana,” tambah dr. Agus.
Sama seperti di tingkat primer, program berhenti merokok di rumah sakit juga dijalankan selama 3 bulan dan kontrol setiap 2 minggu.
“Kalau di rumah sakit, modalitas untuk layanan berhenti merokok memang lebih lengkap karena tidak sekadar konseling, melainkan ada terapi obat dan terapi pendukung lainnya,” ujarnya.
Jika ingin berhenti merokok, yang harus dilakukan menurut dr. Agus ialah mengunjungi fasilitas layanan primer dulu.
“Nanti, dari primer dirujuk ke layanan tingkat sekunder sesuai dengan masing-masing wilayah. Kalau ingin langsung ke layanan tingkat sekunder boleh saja, asalkan di daerahnya tersedia layanan berhenti merokok,” ungkap dr. Agus.
Meski begitu, ternyata belum banyak rumah sakit yang menyediakan layanan berhenti merokok.
“Yang saya tahu, di Jakarta ada RSUP Persahabatan dan RSPAD Gatot Soebroto, di Jawa Tengah juga ada. Hampir wilayah Jawa semuanya ada,” jelasnya.
Selain melalui layanan tingkat primer dan sekunder, Kementerian Kesehatan juga sudah menyediakan layanan upaya berhenti merokok Quit Line melalui telepon 0800-177-6565.
“Pendekatan layanan ini sama seperti di tingkat primer, yaitu konseling melalui telepon dan aksesnya gratis ke seluruh masyarakat di Indonesia,” ujar dr. Agus kepada GueSehat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News