WomanIndonesia.co.id – Pada Rabu (25/9) mulai pukul 14 wib, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan masyarakat terkait aksi demo para pelajar SMK melalui aplikasi whatsApp dan media social karena situs resmi KPAI sejak rabu pagi dalam keadaan di hack sehingga tidak bisa melayani pengaduan online.
Pengaduan yang dikirimkan ke KPAI terdiri atas poster seruan-seruan aksi untuk pelajar STM (bukan SMK), foto dan video-video yang menunjukkan anak-anak sekolah tersebut bergerak, mulai dari menaiki truk, bus transjakarta sampai KRL dengan titik naik di Bekasi dan Depok.
Namun menjelang sore ada foto-foto yang menunjukkan pergerakan anak-anak yang turun di stasiun Palmerah dan Manggarai.
Atas semua laporan tersebut, Komisioner KPAI, Retno Listyarti segera mengontak pejabat Kemdikbud RI dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat untuk segera mengeluarkan edaran singkat melalui aplikasi WA kepada kepala-kepala sekolah di wilayah-wilayah yang peserta didiknya bergerak menuju DPR RI. Edaran tersebut dapat dikirimkan ke grup WA MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah)
Edaran tersebut memerintahkan kepada kepala sekolah untuk meminta para wali kelas melalui grup WA guru untuk menghubungi para orangtua di kelasnya memastikan keberadaan anak-anaknya.
Kalau ada anak yang belum pulang malam itu, maka para orangtua dihimbau untuk segera mengontak anaknya. Jika anaknya terdeteksi berada di sekitar DPR maka diminta untuk segera meninggal lokasi sebelum rusuh dan anak-anaknya menjadi korban.
“Itu langkah awal yang dilakukan KPAI sore itu karena kondisi sangat urgen. Memastikan anak-anak darimana saja yang bergerak ke Jakarta juga mudah dideteksi dengan pesan berantai tersebut,” ujar Retno, Komisioner KPAI bidang Pendidikan dalam siaran persnya.
KPAI kemudian ke gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI untuk menemui pejabat yang masih ada di kantor.
KPAI bertemu dengan Humas Kemdikbud, Herlangga dan mengajak untuk turun ke lokasi bersama, syukur-syukur kalau bisa meminta aparat menghentikan gas airmata dan penyisiran para demonstran anak di sekitar senayan dan penjompongan.
Namun, ternyata malam itu KPAI dan Kemdikbud sulit menembus lokasi-lokasi titik massa berkumpul atau berlari menyelamatkan diri setelah terkena gas airmata.
Akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi Rumah rumah sakit sekitar senayan dan pejompongan, yaitu RS MH di Benhil dan RS Pelni.
1. KPAI mengapresiasi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat yang segera himbauan KPAI sehingga dengan cepat sekolah dapat mendeteksi keberadaan anak-anaknya;
2. KPAI juga mengapresiasi Kemdikbud RI, khususnya Humas dan Direktorat Pembinaan SMA untuk mau ke RS-RS di sekitar lokasi rusuh untuk mendeteksi apakah benar para korban merupakan anak-anak sekolah dan menanyakan para korban alasan datang aksi dan siapa yang menggerakan.
Sayangnya Humas Kemdikbud hanya sebentar di RS, namun tiga kasie dan staf Direktorat Pembinaan SMK Kemdikbud sampai malam berada di RS bersama KPAI.
3. KPAI dan Kemdikbud diterima oleh Direktur RS AL MH, Bapak Wiweka. Kami diijinkan menemui anak-anak yang sudah mendapatkan perawatan dengan luka ringan dan sedang. Ada 14 anak korban yang diwawancarai oleh Komisioner KPAI, dari percakapan tersebut diperoleh fakta-fakta sebagai berikut :
a. Korban yang dilarikan ke RS tidak hanya anak SMK (dalam ajakan medsos disebut STM), tetapi juga siswa SMA dan SMP. Bahkan korban patah tulang yang akan menjalani operasi pagi ini (26/9) adalah siswa SMPN di Jakarta Selatan;
b. Anak-anak korban mengaku ikut demo karena ajakan dari media social, seperti iinstagram dan aplikasi WA. Namun ada anak korban yang tidak tahu diajak untuk demo kawan sekolahnya, tahunya dia diajak jalan-jalan ke pusat kota, nanti dapat makan dan minum;
c. Ada anak korban yang diajak teman mainnya di rumah (bukan satu sekolah) untuk aksi di DPR bahkan diminta membolos sekolah hari itu, anak ini masih SMP dan yang mengajak siswa SMA. Siswa SMP ini mengalami patah tulang pada lengan;
d. KPAI juga mendapatkan anak yang rumahnya dekat lokasi rusuh menjadi korban juga karena menonton aksi usai pulang sekolah. Padahal minggu ini menurut pengakuannya sedang berlangsung PTS (penilaian tengah semester).
Karena PTS selesai pukul 16 wib (siswa SMP ini masuk sekolah siang hari atau sistem 2 shift), anak-anak tersebut bergerak ke DPR untuk menonton kakak-kakak SMK dan SMA aksi
4. Di RS PL, Komisioner KPAI juga bertemu dengan para orangtua anak-anak korban karena dikontak pihak rumah sakit atau relawan.
Namun KPAI juga bertemu dengan beberapa orangtua yang tidak dikontak RS, namun inisiatif mencari anak-anaknya di RS, para ortu tersebut sangat kebingungan mencari anak-anaknya karena belum pulang ke rumah, sementara handphone nya tidak aktif.
Ada orangtua yang mengatakan menerima WA wali kelas di grup para orangtua dan baru menyadari anaknya tidak berada di rumah mungkin ikut aksi. Kepanikan para orangtua terlihat nyata dan mereka telah mencoba mendatangi beberapa RS.
Himbauan pengecekan keberadaan anak melalui kepala-kepala Dinas Pendidikan yang dilakukan KPAI berarti cukup efektif. Anak-anak itu ternyata merahasiakan rencana aksi mereka kepada para orangtuanya;
5. Anak-anak korban menyatakan megalami luka karena terjatuh saat di siram gas airmata, pingsan karena kelelahan dan belum makan dari siang, ada yang pinsan karena dehidrasi kekurangan minum diterik matahari siang itu, dan juga ada korban-korban luka karena diduga akibat pukulan aparat.
Bahkan ada satu anak dengan luka lebam di sekujur tubuh dan mata kanan bengkak karena di pukul aparat sekitar 10 orang ketika ybs terpisah dari rombongan saat kondisi kocar kacir karena massa aksi di siram bertubi-tubi dengan gas air mata;
6. Malam itu (25/9) KPAI juga bertemu dengan para relawan dan mendapatkan informasi masih ratusan anak terjebak di kolong jembatan tol Slipi dan Tomang, juga banyak korban tergelatak di depan kantor BNI Pejompongan.
KPAI tidak bisa menembus lokasi, namun berhasil mengontak 119 untuk pemprov DKI Jakarta menambah ambulance. Ambulance terus membawa korban anak-anak ke RS. Saat di RS MH di Benhil, KPAI menyaksikan sendiri setiap 15 menit masuk ambulan.
Saat pertaama tiba di RS jumlah korban 14, namun dalam 2 jam korban menjadi 26 anak yang dibawa ke RS. Beberapa harus rawat inap karena luka cukup berat.
REKOMENDASI
1. KPAI menghimbau para orangtua untuk menjaga dan mengawasi anak-anaknya yang usia SMP-SMA/SMK/MA untuk melarang dan mencegah anaknya ikut aksi demo di DPR;
2. KPAI menghimbau seluruh Kepala-kepala Sekolah untuk memastikan absensi siswa selama beberapa hari kedepan, kalau tidak hadir di sekolah segera mengecek ke orngtua anak yang bersangkutan. Ini untuk mencegah anak-anak ikut aksi yang membahayakan keselamatannya;
3. KPAI meminta kepada Kepala-kepala Dinas Pendidikan untuk tidak memberikan sanksi atau mengeluarkan siswanya yang teridentifikasi sebagai peserta aksi demo di DPR, karena sebagian besar anak-anak ini adalah KORBAN ajakan medsos, orang-orang yang tidak mereka kenal sama sekali.
Usia anak memang mudah di bujuk rayu, karena anak belum tahu resiko dan bahaya untuk tindakannya. Hanya ikut ikutan agar dibilang gaul dan keren;
4. KPAI meminta aparat untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menangani aksi anak-anak, karena anak-anak ini sebagaian besar hanya uikut ikutan dan diduga kuat korban eksploitasi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, di medsos bahkan ada rekening menampung dana, ini yang justru yang harus di dalami penegak hukum;
5. KPAI meminta cyber POLRI dan Kemeninfo melacak para penyebar undangan aksi pelajar ke DPR karena mereka harus dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya, harus dihukum seberat-beratnya sesuai peraturan perundangan, karena diduga mengeksploitasi anak-anak dan telah membahayakan keselamatan anak-anak. Negara harus hadir melindungi anak-anak Indonesia;
6. Untuk anak-anak yang diamankan di POLDA Metro Jaya dan Polres Jakarta Barat, KPAI meminta pihak kepolisan menangani dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dan ditangani sesuai ketentuan UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA);
7. KPAI menghimbau Dinas-dinas Pendidikan, Kemdikbud dan Kemenag juga proaktif mencari anak-anak mereka di Rumah-Rumah Sakit dan Polda Metro Jaya serta Polres Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Anak-anak murid mereka harus dipastikan keberadaannya dan keselamatannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News