WomanIndonesia.co.id – Dalam rangka memperingati “Kashmir Black Day” yang jatuh pada 27 Oktober setiap tahunnya, Kedutaan Besar (Kedubes) Pakistan di Indonesia mengadakan seminar bertajuk “Sengketa Jammu & Kashmir Masa Lalu, Sekarang dan Masa Depan” di Kanselir Kedubes Pakistan Jakarta, Senin (26/10).
Kuasa Usaha Kedubes Pakistan Jakarta Jamal Nasir menyampaikan presentasi yang mencakup pengenalan sejarah Pakistan, geografi, lokasi strategis, dan dinamika regional.
Ia membahas berbagai masalah yang dihadapi dunia antara lain meningkatnya gelombang Islamofobia, Perang Dagang Amerika Serikat – Cina, Krisis Virus Corona (Covid-19), Kontestasi Kekuatan Besar di Kawasan Indo-Pasifik, Kerusuhan di Timur Tengah, Kesepakatan Damai Afghanistan, dan postur hegemoni India.
Di kawasan Asia Selatan dengan referensi khusus pada masalah terkini yang dibuat oleh India dengan tetangganya, termasuk Pakistan, Cina, Bangladesh, dan Nepal. Selanjutnya, Nasir menyoroti pentingnya dan sejarah perselisihan Jammu & Kashmir dan pentingnya Kashmir Black Day.
Gelombang intoleransi yang sedang berlangsung dan represi yang disponsori negara terhadap minoritas (terutama Muslim) di India dengan referensi khusus pada penderitaan Muslim India yang Diduduki Secara Ilegal Jammu & Kashmir (IIOJK).
“Mengutip upaya ilegal baru-baru ini yang bertujuan untuk mengubah demografi IIOJK oleh Pemerintah India, Pemerintah Pakistan menolak keras tindakan ilegal tersebut, dan kami bertekad melawan kasus Jammu & Kashmir di semua forum,” kata Jamal saat menyampaikan presentasi di hadapan peserta seminar.
Jamal juga berbicara tentang kebencian dan diskriminasi yang ditargetkan terhadap muslim di India oleh Pemerintah Modi seperti putusan Masjid Babri, Undang-Undang Kewarganegaraan (Amandemen) diskriminatif (CAA), Daftar Warga Nasional (NRC) yang kontroversial, dan hukuman mati tanpa pengadilan terhadap Muslim oleh penjaga sapi.
Ia juga menyinggung berbagai aspek lain dari sengketa Jammu & Kashmir termasuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, ideologi Hindutva dari Pemerintah Modi yang diilhami RSS, tidak dilaksanakannya resolusi DK PBB oleh India, dan keinginan Pakistan untuk menyelesaikan semua masalah dengan India, termasuk sengketa Jammu dan Kashmir, melalui dialog, sesuai dengan resolusi Dewan Kehormatan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB).
Seminar ini dihadiri Drs. Nur Munir, Kepala Pusat Penelitian Islam dan Timur Tengah Jakarta, Abu Aly Kepala Hubungan Antar-Lembaga UIN, Dr. Zahir Khan mantan Duta Besar Indonesia, dan Ketua Forum Solidaritas Kashmir. Seminar ini juga dihadiri oleh kalangan akademisi, pelajar, cendekiawan, peneliti, anggota organisasi politik dan agama, serta mahasiswa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News