Angka stunting secara nasional menunjukkan perbaikan dengan turunnya tren sebesar 3,3 persen dari 27.7 persen tahun 2019 menjadi 24,4 persen tahun 2021.
Womanindonesia.co.id – Stunting atau perawakan pendek masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang dihadapi anak-anak Indonesia. Meskipun hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 menunjukkan bahwa angka stunting telah turun sebanyak 3,3 persen menjadi 24,4 persen dibandingkan dari data 2019 yang mencapai 27,7 persen, namun angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan angka yang dianjurkan WHO yaitu di bawah 20%.
Untuk itu, pencegahan stunting masih menjadi perhatian serius oleh pemerintah agar upaya untuk mempersiapkan Generasi Emas Indonesia pada tahun 2045 tidak terhambat.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan, pertumbuhan dan perkembangan merupakan salah satu aspek penting bagi kesehatan anak. Untuk itu, berbagai permasalahan kesehatan yang masih dihadapi anak Indonesia, termasuk stunting harus segera diatasi dan BKKBN yang telah ditunjuk oleh Presiden Republik Indonesia sebagai pelaksana upaya percepatan penurunan stunting nasional hingga 2024 siap berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan upaya tersebut.
“Melalui program Indonesia Cegah Stunting, kami telah mengerahkan dukungan ribuan tenaga Penyuluh & Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PKB/PLKB) dan para kader yang tersebar di seluruh Indonesia untuk melakukan edukasi mengenai pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak dan penegakkan deteksi dini stunting,” kata dr. Hasto dalam press conference virtual hari ini Kamis (24/2).
“Kami juga sangat mengapresiasi upaya Merck sebagai mitra kami dalam memaksimalkan program Indonesia Cegah Stunting ini. Kami berharap melalui kolaborasi ini pencegahan stunting hingga 14% pada tahun 2024 dapat terwujud secara optimal,” lanjut dr. Hasto.
Dokter spesialis anak konsultan endokrinologi anak, Prof. dr. Madarina Julia, MPH., Ph.D, Sp.A(K) mengatakan, perawakan pendek merupakan salah satu keluhan gangguan pertumbuhan yang sering menjadi alasan seorang anak untuk dibawa ke dokter spesialis anak.
“Orangtua cemas, mengira anaknya menderita stunting. Tidak banyak yang menjelaskan bahwa stunting hanyalah salah satu dari berbagai penyebab perawakan pendek,” kata Prof. Madarina.
Menurut WHO, perawakan pendek adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang mengalami asupan nutrisi yang buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak adekuat. Kita takut kepada perawakan pendek karena beberapa penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa stunting adalah suatu kondisi yang akan sangat mengganggu perkembangan anak, terutama perkembangan kognisi.
UNICEF mengatakan bahwa perawakan pendek akan membuat seseorang mempunyai prestasi pendidikan yang lebih buruk, lebih cenderung putus sekolah atau tidak mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi, maupun penghasilan/ pendapatan yang lebih rendah sebagai seorang dewasa.
Karena berkaitan dengan asupan nutrisi yang buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak adekuat, anak perawakan pendek tentu mempunyai riwayat gizi dan riwayat kesehatan yang kurang baik. Selain itu, anak perawakan pendek juga sangat mungkin mengalami gangguan perkembangan.
Sehingga, untuk mendiagnosis perawakan pendek, selain tinggi badan yang pendek, anak perawakan pendek juga kurus dan mempunyai masalah perkembangan. Untuk dapat mendeteksi dini masalah ini, selain harus dipantau panjang atau tinggi badannya, setiap anak juga harus rutin ditimbang berat badannya, diukur lingkar kepalanya dan dinilai perkembangannya.
Perawakan pendek harus dapat dideteksi dan mendapatkan penanganan dini sehingga perkembangan otak pada 1000 hari pertama kehidupan tidak terganggu. Namun, kesalahan penanganan perawakan pendek, seperti memberikan tambahan susu atau makanan tinggi kalori kepada anak yang tidak memerlukan, bisa sangat merugikan. Anak akan menjadi individu obes yang berisiko mengalami diabetes mellitus dan berbagai penyakit tidak menular di kemudian hari.
“Upaya pemantauan tumbuh kembang anak secara berkala penting untuk diterapkan oleh semua orangtua. Kemajuan teknologi telah memungkinkan orang tua untuk bisa memantau tumbuh kembang anak melalui aplikasi tumbuh kembang. Deteksi dini perawakan pendek maupun perawakan pendek lainnya sangat penting. Dengan penanganan yang cepat dan tepat, tumbuh kembang anak dapat kembali optimal,” tambah Prof. Madarina.
Presiden Direktur PT Merck Tbk, Evie Yulin mengatakan, sebagai perusahaan sains dan teknologi terkemuka, Merck memiliki komitmen untuk ikut serta dalam meningkatkan kualitas kesehatan anak Indonesia dan mendukung upaya pemerintah dalam percepatan penurunan angka stunting.
Sebagai salah satu program Public Private Partnership, kami bekerjasama dengan BKKBN untuk mengedukasi para Kader Bina Keluarga Balita (BKB), tenaga kesehatan, serta masyarakat khususnya orang tua mengenai deteksi dini stunting dan perbedaannya dengan gangguan pertumbuhan pada anak yang menjadi salah satu keahlian Merck, yaitu menangani defisiensi hormon pertumbuhan pada anak.
Merck memahami bahwa minimnya informasi terkait penyakit ini menjadi kebutuhan bagi masyarakat khususnya orangtua yang membutuhkan.
“Kami berharap melalui rangkaian program edukasi ini, para tenaga kesehatan, kader dan orang tua dapat lebih memahami tentang pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak sebagai upaya untuk pencegahan stunting serta juga dapat lebih memahami dan mendeteksi gejala growth hormone deficiency (GHD) sedini mungkin sehingga dapat menentukan pengobatan ataupun terapi yang sesuai,” terang Evie.
Merck Indonesia bersama BKKBN mengadakan rangkaian program edukasi secara berkesinambungan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait masalah gangguan pertumbuhan pada anak. Selain itu, melalui pengenalan Kartu Kembang Anak (KKA) Online dalam bentuk aplikasi dari BKKBN, masyarakat diharapkan juga dapat lebih memperhatikan siklus tumbuh kembang anak agar tidak terjadi miskonsepsi perihal stunting dengan perawakan pendek.
“Kami harap melalui kolaborasi dengan BKKBN, angka stunting di Indonesia dapat semakin menurun dan masyarakat di seluruh penjuru Indonesia dapat memahami perbedaan stunting dengan perawakan pendek, serta melakukan pemantauan maupun pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak dan berkonsultasi langsung dengan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan terdekat,” tutup Evie.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News