Womanindonesia.co.id – Setidaknya 241 situs bersejarah di Ukraina telah rusak sejak dimulainya invasi Rusia pada 24 Februari 2022. Data tersebut berdasarkan kajian badan PBB UNESCO pada Kamis (24/2).
Menurut laporan UNESCO, tingkat kerusakan karena invasi itu menyebabkan situs sejarah meliputi kerusakan 106 situs religi, 18 museum, 86 bangunan bersejarah atau benda bernilai seni, 19 monumen, dan 12 perpustakaan.
Menurut catatan UNESCO, situs sejarah Ukraina yang rusak akibat invasi Rusia tersebar di 13 wilayah. Sebagian besar wilayah yang rusak berada di Ukraina timur, seperti Donetsk, Kharkiv, Luhansk, dan ibu kota Kyiv.
Donetsk adalah wilayah dengan jumlah situs sejarah terbesar akibat invasi Rusia. UNESCO menyatakan ada 66 situs dan bangunan bersejarah yang rusak.
Namun, hingga saat ini, UNESCO melaporkan bahwa tidak satu pun dari tujuh Situs Warisan Dunia UNESCO di Ukraina yang rusak akibat invasi Rusia.
UNESCO membuat penilaian awal tentang tingkat kerusakan warisan budaya dengan meninjau informasi dari berbagai sumber terpercaya.
UNESCO, bersama mitranya, juga mengembangkan mekanisme penilaian data terkoordinasi independen di Ukraina, termasuk analisis menggunakan citra satelit, sebagaimana diatur dalam Konvensi Den Haag 1954 untuk Perlindungan Properti Budaya dalam Konflik Bersenjata.
Pada peringatan satu tahun pendudukan Rusia di Ukraina, Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu negara yang mengumumkan dukungannya terhadap perlindungan warisan budaya Ukraina.
Amerika Serikat telah menyumbangkan sekitar 7 juta dolar (sekitar 106,58 miliar dolar) untuk melindungi warisan budaya yang terancam oleh invasi Rusia ke Ukraina.
Invasi Rusia
Pada Tanggal 24 Febuari 2022 Rusia melancarkan operasi militer ke Ukraina salah satu negara tetangganya di sebelah barat daya, operasi ini menandai peristiwa penting dalam perang Rusia-Ukraina yang dimulai pada tahun 2014.
Invasi ini juga menyebabkan sepertiga penduduk Ukraina untuk berpindah dan lainnya dari 7 juta orang Ukraina meninggalkan negaranya, yang memicu krisis pengungsi Eropa yang paling cepat sejak Perang Dunia II.
Pada tahun 2014, Rusia menyerbu dan menganeksasi Krimea, dan separatis yang didukung oleh Rusia mengambil sebagian wilayah Donbas di Ukraina tenggara, yang terdiri atas Oblast Luhansk dan Oblast Donetsk, yang memicu perang regional.
Pada tahun 2021, Rusia memulai penumpukan militer skala besar pada batas Rusia-Ukraina, berjumlah 190.000 pasukan dan perlengkapannya senjatanya.
Dalam pidato televisi sebelum invasi, Vladimir Putin, presiden Rusia, mengekspresikan pandangan iredentisme Rusia, mempertanyakan hak kedaulatan Ukraina, dan mengklaim secara salah[20] bahwa Ukraina didominasi oleh orang neo-Nazisme yang menyiksa orang Rusia di Ukraina.
Pada 21 Februari 2022, Rusia mengakui Republik Donetsk dan Republik Lugansk, berupa dua negara statelet yang-diproklamasikan-secara-sepihak yang dikuasai oleh pasukan separatis pro-Rusia di Donbas.
Keesokan harinya, Dewan Federasi Rusia mengizinkan penggunaan kekuatan militer di luar perbatasan Rusia, dan Rusia mengirimkan pasukan ke dua wilayah tersebut.
Invasi dimulai pada pagi hari (5:00 Waktu Eropa Timur, 10:00 WIB) 24 Februari 2022,[24] ketika Putin mengumumkan “operasi militer khusus”[d] untuk “demiliterisasi dan denazifikasi” Ukraina.
Beberapa menit kemudian, serangan rudal dan udara dimulai di seluruh Ukraina, termasuk di ibu kota Kyiv, yang kemudian disertai invasi darat skala besar dari berbagai arah.
Zelensky memberlakukan darurat militer dan melakukan mobilisasi umum semua penduduk laki-laki Ukraina usia 18–60, yang tidak diperbolehkan untuk meninggalkan negara.
Mula-mula, Rusia melancarkan serangan melalui front utara dari Belarus ke Kyiv, front barat laut menuju Kharkiv, front selatan dari Krimea, dan front tenggara dari kota Luhansk dan Donetsk.
Pada Maret 2022, serangan Rusia ke Kyiv terhenti. Karena banyak prajurit tewas dan perlawanan oleh Ukraina yang kuat, pasukan Rusia mundur dari Oblast Kyiv pada 3 April 2022.
Pada 19 April, Rusia kembali meluncurkan serangan pada garis depan sepanjang 500-kilometer (300 mi) dari Kharkiv sampai Donetsk dan Luhansk, dengan serangan rudal pada Kyiv di bagian utara dan Lviv di bagian barat secara bersamaan.
Invasi tersebut mendapat banyak kritik internasional. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan resolusi yang mengkritik invasi dan menuntut pemunduran penuh pasukan Rusia.
Mahkamah Internasional memerintahkan Rusia untuk menghentikan operasi-operasi militer dan Majelis Eropa mengeluarkan Rusia. Banyak negara menetapkan sanksi terhadap Rusia, yang mempengaruhi ekonomi Rusia dan dunia dan memberi bantuan kemanusiaan dan militer ke Ukraina.
Protes secara global terjadi untuk menentang invasi, sementara protes anti-perang di Rusia disambut dengan penangkapan massal dan penyensoran media, termasuk pelarangan kata “perang” dan “invasi”.
Mahkamah Pidana Internasional membuka investigasi kejahatan kemanusiaan di Ukraina sejak 2013, dan kejahatan perang dalam invasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News