WomanIndonesia.co.id – Dalam mimpi kau tersenyum pada semua yang hadir di rumah barumu. Lalu orang-orang pergi meninggalkanmu sendirian. Di sini, di rumah lamaku kenangan-kenangan tentangmu berdatangan dan menetap hingga tujuh hari, hingga empat puluh hari, hingga seratus hari, hingga selamanya.
Istriku, sudah cukup lama aku tak menulis surat untukmu. Aku yakin kamu merasa kehilangan. Mengapa aku begitu yakin. Karena aku tahu bahwa kamu sangat mencintaiku. Jika kita merasa kehilangan itu tandanya kita mencintainya. Tetapi jika kita tidak merasa kehilangan berarti kita sudah kehilangan cinta itu sendiri.
Aku punya sedikit rahasia yang ingin kuceritakan:
Pada suatu pagi yang masih redup aku berbincang dengan ibu di teras rumah sambil menikmati secangkir kopi yang tak lama kemudian menjadi dingin. Katanya, “Hiduplah bersama orang yang mencintaimu karena bersama orang yang tak mencintaimu batinmu akan menjadi hampa, walaupun kamu mencintainya.”
Tangan ibu bergetar saat mengangkat cangkir. Tangannya terlihat sangat kurus. Penyakit Anemia Aplastic yang dideritanya mengharuskan ibu untuk menjalani transfusi darah sebualan sekali, dan itu membuatnya lelah. Namun cinta kasihnya kepadaku tak berkurang sedikit pun, masih tetap “sehat”. Terlihat dari tatapan matanya yang lembut, sama seperti dahulu sebelum sakit. Aku merasa bersalah telah membebani ibu dengan masalah-masalahku.
“Nak, lepaskanlah perempuan yang tak lagi mencintaimu karena yang mencintaimu sudah menanti. Kamu anak baik, percayalah Tuhan akan memberi yang sepadan untukmu. Jika dia sudah kamu temukan tolong berikan cincin ini kepadanya karena ibu tak akan sempat menemuinya.”
Saat itu, saat kopiku sudah habis, matahari sudah mulai menampakan diri kendati dingin dan kabut masih seperti enggan pergi. Tuhan sudah menetapkan bahwa tak ada yang abadi dalam hidup ini, semua pasti berlalu. Pagi, dingin, kabut, dan kesedihan yang menumpuk di hati akan berlalu. Begitu juga dengan hidup.
Ibu beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan aku sendirian dalam hening – aku merasa ibu seperti pergi untuk selamanya.
Selepas magrib, dengan hati hancur aku melantunkan azan di dalam tanah kubur yang sempit saat memakamkan ibu. Walau sulit bersuara aku tetap berusaha menyelesaikan azanku yang nyaris tak terdengar, tenggelam oleh suara isak tangis yang menggema. Tumpukan tanah merah menjadi basah oleh rintik hujan dan oleh air mata.
Matahari sudah pergi mematuhi takdirnya tak seorang pun yang mampu menahannya. Lalu malam datang membawa rembulan, gemintang, dan rasa kehilangan yang mencekam.
Satu hal yang menjadi penyesalanku saat ini adalah aku belum sempat memberi tahu ibu bahwa perempuan yang sepadan denganku, yang mencintaiku, sudah aku temukan. Tuhan sudah mengirim kamu untukku. Semoga selamanya mencintaiku.
Baca Juga :
Pemberian Terindah Adalah Menerima
Mengubah Masa Lalu Dari Hari Ini
Itulah surat tentang sosok ibu dan sepenggal kisah bersamanya dari seorang suami untuk istri tercintanya. Sebuah ungkapan cinta yang selalu ada di antara anak dan ibu, juga sebaliknya. Sebuah ikatan cinta yang murni dan tulus.
Sebagai seorang anak kita selalu memiliki momen-momen tak terlupakan bersama ibu. Nasihat-nasihatnya masih ada beberapa yang membekas kuat di ingatan. Itu juga yang terjadi dengan musisi legendaris John Lennon, “Ketika saya berusia lima tahun, ibu saya selalu mengatakan kepada saya bahwa kebahagiaan adalah kunci kehidupan. Ketika saya pergi ke sekolah, mereka bertanya kepada saya ingin menjadi apa ketika telah dewasa, saya menuliskan ‘bahagia’. Mereka bilang saya tidak mengerti tugas yang diberikan, dan saya mengatakan kepada mereka, mereka tidak mengerti kehidupan.”
Bahagia juga adalah sebuah pemberian yang tak ternilai harganya untuk orang-orang yang kita cintai, untuk anak dan orang tua misalnya. Kabar baiknya siapa pun punya kesempatan yang sama untuk berbagi kebahagiaan, sebuah rasa yang akan bermetamorfosis menjadi kenangan indah. Jika saat ini Anda sedang mencari hadiah yang berharga untuk ibu, bapak, dan untuk anak-anak, berilah mereka kebahagiaan. Bahagiakan mereka.
Sebuah siklus kehidupan terjadi pada setiap jiwa; suatu masa kita adalah anak dari orang tua kita, masa berikutnya kita adalah orang tua dari anak-anak kita. Kalaupun kita tak memiliki anak, pasti kita memiliki orang tua. Realitas ini bisa kita artikan sebagai sebuah nasihat bagiaman seharusnya kita memperlakukan mereka.
“Perlakukanlah orang tuamu seperti kamu ingin diperlakukan oleh anak-anakmu. Dan, perlakukanlah anak-anakmu seperti kamu ingin diperlakukan oleh orang tuamu.”
Mohamad Risat
Motivator Jiwa Bahagia
Note : Artikel motivasi ini secara ekslusive ditulis oleh motivatornya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News