Womanindonesia.co.id – Tanggal 7 November ditetapkan sebagai Hari Wayang Nasional. Peringatan Hari Wayang Nasional oleh pemerintah ini setelah adanya penetapan dari UNESCO. UNESCO menetapkan ‘Wayang Indonesia’ sebagai World Master Piece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau karya kebudayaan yang mengagumkan di bidang cerita narasi dan warisan budaya yang indah dan berharga.
UNESCO mengakui pertunjukan wayang kulit sebagai seni mendongeng kuno dari Indonesia yang telah berkembang selama sepuluh abad.
Penetapan Hari Wayang Nasional
Mengutip kominfo.go.id, salah satu pertimbangan penetapan Hari Wayang Nasional adalah wayang telah tumbuh dan berkembang menjadi aset budaya nasional yang memiliki nilai sangat berharga dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa Indonesia.
Penetapan itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan kecintaan masyarakat terhadap wayang Indonesia. Tepat pada 17 Desember 2018, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 30 Tahun 2018 tentang Hari Wayang Nasional.
“Menetapkan tanggal 7 November sebagai Hari Wayang Nasional,” bunyi diktum KESATU Keppres tersebut.
Ditegaskan dalam Keppres tersebut, Hari Wayang Nasional bukan hari libur.
“Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” bunyi diktum KETIGA Keppres Nomor 30 Tahun 2018, yang telah ditetapkan di Jakarta pada tanggl 17 Desember 2018.
Sejarah Singkat Wayang Kulit
Berbicara tentang sejarah, wayang kulit memiliki banyak cerita dan sejarah yang menyebutkan bagaimana awal mula budaya ini tercipta. Beberapa di antaranya seperti kata wayang yang dipercaya berasal dari “ma Hyang”, artinya menuju spiritualitas Sang Kuasa atau kata wayang yang berarti teknik pertunjukan bayangan (bayang/wayang) di layar.
Selain itu, ada pula teori yang menyebutkan bahwa wayang berasal dari totemisme (suatu kepercayaan prasejarah yang mempercayai benda-benda keramat atau yang dinilai suci) di Jawa.
Wayang juga termasuk salah satu warisan budaya nenek moyang yang telah ada sejak sekitar sepuluh abad silam. Pertunjukan wayang sejak zaman dahulu pun telah diartikan sebagai pertunjukan dari gambaran watak atau sifat-sifat manusia.
Cerita pewayangan juga dalam sejarah berfungsi sebagai saluran media dakwah agama Islam oleh Walisongo dan bagi umat Hindu biasanya cerita yang diambil berasal dari kitab Mahabrata. Selain itu, wayang juga berperan sebagai alat komunikasi, pendidikan, serta magis-religius seperti mitos kuno tradisional yang dipercaya oleh masyarakat pada zaman itu.
Jenis-jenis Wayang
Jika dikategorikan berdasarkan bahan pembuatannya, ada beberapa jenis wayang yang paling populer di Indonesia, yang pertama adalah wayang kulit yang terbuat dari kulit kerbau dan juga dikenal dengan nama wayang purwa.
Wayang purwa ini pun memiliki turunan lainnya, yaitu berdasarkan gaya atau gagrak saat pertunjukan berlangsung. Kemudian ada juga wayang golek yang terbuat dari kayu dengan ciri khas bentuk tiga dimensinya.
Selain itu, ada jenis lain yang bernama wayang klithik dan punya keunikan saat dimainkan karena mengeluarkan bunyi “klitik..klitik..” karena bahan dasarnya terbuat dari kayu pipih. Dan yang terakhir ialah wayang beber, sebuah wayang berbahan kain lebar berisi gambaran atau lukisan cerita yang akan ditampilkan dalam pertunjukan wayang itu sendiri.
Selain dari bahan pembuatan, ada juga jenis wayang lain yang cukup dikenal di Indonesia, yaitu wayang wong atau wayang orang. Seperti namanya, wayang ini dimainkan langsung oleh manusia sebagai tokoh dalam yang ada dalam pewayangan lengkap dengan busana dan riasan seperti wayang pada umumnya.
Pertunjukan Wayang Kulit di Berbagai Negara
Tradisi wayang kulit yang sangat digemari wisatawan mancanegara hingga saat ini mendapatkan penghargaan luar biasa ketika diboyong ke luar negeri.
Suyanto, pakar yang juga Dosen Filsafat Wayang yang mengajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta membeberkan soal fakta terkait tradisi wayang kulit itu di Yogyakarta, Jumat, 19 November 2021.
“Mereka yang di luar negeri itu tak hanya mengundang wayang untuk tampil, tapi juga menulis, meneliti, bahkan di Amerika pertunjukan nya di dalam gedung dan di-karciskan (dibanderol tiket masuk) Rp 800 ribu per orang,” kata Suyanto dikutip dari tempo.co, Rabu (2/11).
Dalam konvensi yang dihelat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan dipusatkan di Beteng Vredeburg itu, Suyanto menuturkan respons publik dalam negeri pada tradisi wayang sendiri dinilai masih sangat kurang.
“Ketika pertunjukan wayang di sini digratiskan saja, orang belum tentu mau menontonnya,” kata Suyanto yang selama ini juga berprofesi sebagai salah satu juri World Puppet Carnival atau festival wayang Asean itu.
Namun di sisi lain, publik dalam negeri khususnya warganet Indonesia, sangat responsif ketika wayang kulit ini diklaim pihak luar. Seperti kasus belakangan yang heboh, ketika akun Instagram Adidas Singapura menyebut wayang kulit berasal dari Malaysia. Unggahan itu menuai kecaman dari warganet Indonesia.
“Padahal dalam sejarahnya, wayang ini memang tersebar banyak di benua Asia, termasuk Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam memiliki sejarah wayang sendiri,” kata Suyanto.
Yang membedakan, menurut Suyanto, wayang khususnya di Pulau Jawa sudah dikenal pertunjukannya sejak abad 11 silam atau sejak Maharaja Jayabhaya menjadi Raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157.
“Informasi tentang cerita wayang memang sejak abad 4 sudah ada, misalnya Ramayana kalau Mahabarata masuk abad 7, tapi kalau pertunjukannya memang paling cepat di Jawa pada abad 11 itu,” kata Suyanto. Hal itu bisa diketahui melalui Serat Kekawin Arjunawiwaha.
Suyanto menuturkan Indonesia dengan tradisi wayangnya semestinya bisa lebih menghargai keberadaannya. Sebab, berbagai negara juga mempromosikan wayang sebagai bagian budaya dan wisatanya.
Misalnya Vietnam dengan wayang air, lalu Myanmar dan Thailand yang juga memiliki banyak wayang kulit dan wayang golek. Malaysia juga memiliki wayang dengan sejarahnya sendiri.
“Saat ini pemerintah tengah menggarap panduan sertifikasi untuk para pelaku pedalangan dan pewayangan, agar bisa semakin dihargai, salah satunya melalui konvensi ini,” kata Suyanto.
Dalam konvensi yang diikuti 62 peserta dari berbagai daerah itu, Suyanto yang juga Ketua Tim Perumus dokumen Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Pedalangan dan Pewayangan mengatakan proses standarisasi itu sudah digarap sejak 2019 silam.
Tahun 2022 targetnya Indonesia sudah memiliki standirisasi bidang pedalangan dan pewayangan dengan rampungnya dokumen ini.
Dengan adanya pedoman itu, maka segala proses tak hanya profesi dalang, namun juga pertunjukan hingga pembuatan wayang akan terstandarisasi. Standarisasi ini membuat kelak profesi pedalangan lebih dihargai di manapun dan wayang bisa lebih lestari.
Wayang kulit merupakan salah satu karya adiluhung bangsa Indonesia telah diakui oleh UNESCO melalui penetapan resmi pada 2003 sebagai salah satu warisan budaya dunia non-benda (intangible cultural heritage of humanity) asal Indonesia.
Penyusunan SKKNI dan juga Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) bidang pedalangan dan pewayangan ini sendiri dihelat Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dengan Kementerian Ketenagakerjaan RI dan asosiasi pedalangan maupun sanggar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News