Hari HAM Nelayan dan Masyarakat Sipil diperingati 13 Januari setiap tahunnya.
Womanindonesia.co.id – Hari HAM Nelayan dan Masyarakat Sipil tahun ini diperingati Kamis (13/1). Hari ini menjadi momentum bagi pekerja di sektor perikanan laut yang ada di Indonesia. Pada hari tersebut, Pemerintah Indonesia secara resmi mengesahkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan.
Landasan Hari HAM Nelayan dan Masyarakat Sipil
Hari HAM Nelayan dan Masyarakat Sipil ditandai dengan disahkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan.
Peraturan tersebut mengatur tentang cara kerja dan tata kelola pekerja perikanan di sektor kelautan. Dalam permen tersebut, diatur dua hal mendasar, yakni Sistem HAM Perikanan yang di dalamnya membahas tentang Kebijakan HAM, Uji Tuntas HAM, dan Pemulihan HAM.
Kemudian, yang kedua adalah Sertifikasi HAM Perikanan yang di dalamnya diatur tentang standar kriteria kepatuhan HAM Perikanan yang diformulasikan bagi kelompok-kelompok usaha perikanan.
Menteri Kelautan dan Perikanan pada saat itu, Susi Pudjiastuti mengungkapkan, disahkannya Permen tersebut menjadi tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia. Karena, baru kali inilah pekerja informal di sektor kelautan dan perikanan mendapatkan perlindungan dari sisi HAM.

Pada peringatan Hari HAM Nelayan dan Masyarakat Sipil 2021 anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) drh Slamet memberi sejumlah catatan penting. Ia menyoroti soal pemenuhan HAM bagi nelayan di Indonesia, khususnya yang bekerja sebagai abak buah kapal atau ABK di kapal asing.
“Pemerintah Indonesia harus bekerja keras memaksimalkan perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia atau TKI yang bekerja sebagai ABK di luar negeri atau pada kapal ikan asing,” kata Slamet dilansir dari laman pikiran rakyat.
Dia menambahkan, kewajiban negara untuk memberikan perlindungan kepada ABK Indonesia yang bekerja di kapal asing saat ini masih lemah.
“Kelemahan perlindungan terhadap ABK Indonesia secara umum merupakan dampak dari regulasi yang berlaku saat ini, dimana masih bersifat parsial. Indonesia belum mengatur proses penempatan ABK asal Indonesia dari hulu ke hilir,” katanya.
Ia menjelaskan, pemerintah atau pun DPR sudah saatnya mencermati kembali regulasi yang ada saat ini, yakni UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Selain itu, ada juga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia Pada Usaha Perikanan. “Keberadaan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di atas kapal perikanan asing selama ini telah memberikan manfaat yang banyak secara ekonomi,” ucapnya.
Akan tetapi di sisi yang lain tidak sedikit yang mendapat perlakuan menjurus pada perbudakan (slavery) saat sedang bekerja. Bahkan beberapa kasus telah menyebabkan kematian.
“Para ABK juga banyak yang mendapatkan praktik kerja paksa atau perbudakan dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” jelasnya menambahkan.
Slamet memberi contoh, salah kasus yang mencuat tahun lalu adalah praktik kerja paksa ABK Indonesia di kapal perikanan Long Xing 629. Ia juga mempertanyakan sejauh mana perkembangan kasus tersebut.
“Saya meminta untuk adanya tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku TPPO atau pun pelaku perbudakan nelayan di atas kapapl. Sehingga dapat memberikan efek jera bagi para pelaku,” kata wakil rakyat Dapil Kota dan Kabupaten Sukabumi.
Terakhir Slamet meminta pemerintah melakukan pemetaan terhadap perlindungan ABK di luar negeri. Pasalnya, regulasi yang ada saat ini memang belum relevan.
“Termasuk Permen KP Nomor 35 Tahun 2015 yang hanya ditujukkan dan berlaku bagi kapal-kapal perikanan dalam negeri,” katanya.
Upaya lain yang harus dilakukan pemerintah adalah melalui harmonisasi peraturan yang saat ini ada, serta berkoordinasi bersama pemangku kepentingan terkait. “Terutama dengan agen penyalur tenaga kerja untuk melakukan pendataan keberadaan ABK yang bekerja pada kapal perikanan, baik legal atau ilegal,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News