Perilaku moral dipengaruhi oleh empat faktor yaitu faktor kognitif, faktor emosi, faktor kepribadian, dan faktor situasional.
Womanindonesia.co.id – Moralitas mengacu pada cara orang memilih untuk menjalani hidup mereka sesuai dengan seperangkat pedoman atau prinsip yang mengatur keputusan mereka tentang benar versus salah, dan baik versus jahat. Lalu apa yang dimaksud dengan moral dan apa penyebab krisis moralitas? Simak ulasan lebih lanjut.
Pengembangan Moral
Seiring perkembangan kognitif, emosional, dan sosial remaja terus matang, pemahaman mereka tentang moralitas meluas dan perilaku mereka menjadi lebih selaras dengan nilai dan keyakinan mereka.
Oleh karena itu, perkembangan moral menggambarkan evolusi prinsip-prinsip pedoman tersebut dan ditunjukkan dengan kemampuan untuk menerapkan pedoman tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Area eksperimen dan pengambilan risiko pada masa remaja adalah penyalahgunaan zat. Memperkuat hubungan dengan teman sebaya dan krisis identitas tidak hanya mengakibatkan norma moral yang menantang tetapi sering mengarah pada penggunaan narkoba yang dapat memiliki konsekuensi perkembangan negatif.
Alkohol, mariyuana, ekstasi (dalam pengaturan klub atau pesta), opiat resep, obat penenang dan stimulan resep adalah obat-obatan yang paling sering disalahgunakan.
Masa Remaja Awal
Remaja harus membuat penilaian moral setiap hari. Ketika anak-anak lebih muda, keluarga, budaya, dan agama mereka sangat memengaruhi pengambilan keputusan moral mereka.
Selama periode remaja awal, teman sebaya memiliki pengaruh yang jauh lebih besar. Tekanan teman sebaya dapat memberikan pengaruh yang kuat karena teman memainkan peran yang lebih signifikan dalam kehidupan remaja.
Lebih jauh lagi, kemampuan baru untuk berpikir secara abstrak memungkinkan kaum muda untuk menyadari bahwa peraturan dibuat begitu saja oleh orang lain. Akibatnya, para remaja mulai mempertanyakan otoritas mutlak orang tua, sekolah, pemerintah, dan lembaga adat lainnya.
Masa Remaja Akhir
Menjelang akhir masa remaja, sebagian besar remaja kurang memberontak karena mereka mulai membangun identitas mereka sendiri , sistem kepercayaan mereka sendiri, dan tempat mereka sendiri di dunia.
Beberapa remaja yang telah mencapai tingkat perkembangan moral tertinggi mungkin merasa bergairah dengan kode moral mereka; dengan demikian, mereka dapat memilih untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang menunjukkan keyakinan moral mereka.
Sebagai contoh, beberapa mahasiswa dapat mengorganisir dan berpartisipasi dalam demonstrasi dan protes sementara siswa lain dapat menyumbangkan waktu mereka untuk proyek-proyek yang memajukan prinsip-prinsip etika yang mereka anggap penting.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Sayangnya, beberapa remaja memiliki pengalaman hidup yang dapat mengganggu perkembangan moral mereka diantaranya:
Trauma
Pengalaman traumatis dapat meliputi pelecehan fisik, emosional, atau seksual; Kematian anggota keluarga atau teman dekat; Menyaksikan kekerasan yang tidak masuk akal. Jenis pengalaman ini dapat menyebabkan mereka memandang dunia sebagai tidak adil dan tidak adil.
Pembelajaran Sosial
Remaja mungkin juga telah mengamati orang dewasa dalam hidup mereka membuat keputusan tidak bermoral yang mengabaikan hak dan kesejahteraan orang lain, mengarahkan remaja ini untuk mengembangkan kepercayaan dan nilai yang bertentangan dengan masyarakat lainnya.
Kurangnya kompas moral, para remaja ini mungkin tidak pernah mencapai potensi penuh mereka dan mungkin merasa sulit untuk membentuk hubungan yang bermakna dan bermanfaat dengan orang lain.
Jadi, sementara orangtua mungkin menganggap proses perkembangan moral ini sulit atau menantang, penting untuk diingat bahwa langkah perkembangan ini sangat penting bagi kesejahteraan anak-anak mereka dan keberhasilan akhir dalam hidup.
Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Moral
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku moral bisa dikategorikan menjadi empat, yaitu faktor kognitif, faktor emosi, faktor kepribadian, dan faktor situasional.
Faktor kognitif
Piaget (1932) dan Kohlberg (1969) merupakan tokoh terdepan yang meyakini bahwa perilaku moral dipengaruhi oleh penalaran moral. Kemampuan kognitis seseorang di dalam mengatasi dilema moral diyakini sangat berpengaruh terhadap perilaku moralnya.
Orang yang penalaran moralnya kurang baik akan cenderung memilih tindakan yang tidak bermoral, sebaliknya orang penalaran moralnya baik akan cenderung memilih tindakan bermoral. Sampai sekarang, masih banyak tokoh yang menganggap penting peran kognitif dalam pembentukan perilaku moral.
Faktor Emosi
Emosi moral merupakan faktor penting dalam menjelaskan perilaku moral. Menurut Haidt (2003), emosi moral merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pribadi atau kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Emosi moral memiliki beberapa karakteristik umum, yaitu berkaitan dengan tubuh, mempunyai kemampuan untuk memotivasi, sulit dikendalikan secara sadar, kompleks, dan berhubungan dengan kepentingan individu atau masyarakat.
Emosi moral merupakan embodied morality, atau moralitas yang berhubungan dengan tubuh atau moralitas yang dikendalikan oleh tubuh. Damasio (1996) dengan somatic marker hypothesis-nya menyatakan bahwa stimulus, reaksi fisiologis, dan emosi bisa berasosiasi secara sadar ataupun tidak sadar
Somatic marker tersebut bisa aktif jika dihadapkan pada situasi yang mirip, dan membantu proses pengambilan keputusan moral. Moralitas yang sudah menyatu dengan tubuh mempunyai pengaruh yang lebih besar dibanding moralitas yang dipahami secara kognitif.
Terdapat beberapa jenis emosi moral, antara lain empati (empathy), malu (shame), perasaan bersalah (guilty), merasa terhina (contempt), marah (anger), tidak nyaman (gratitude), perasaan bangga (pride), dan perasaan kagum (elevation).
Emosi malu, perasaan bersalah, perasaan tidak nyaman, dan perasaan bangga muncul karena refleksi diri dan evaluasi diri.
Faktor kepribadian
Selain faktor kognisi dan emosi, faktor kesatuan antara moralitas dan kepribadian juga merupakan faktor penting dalam pembentukan perilaku moral, motivasi moral, karakter moral, kesadaran moral, integritas moral adalah faktor-faktor yang terbukti secara ilmiah berpengaruh terhadap pembentukan perilaku moral.
Identitas moral adalah sejauh mana seseorang menganggap bahwa menjadi seorang yang bermoral merupakan identitas yang dianggap penting bagi dirinya. Identitas moral merupakan bagian dari identitas diri dan identitas sosial seseorang.
Menurut Aquino dan Reed (2002), identitas moral terdiri dari dua aspek, yaitu internalisasi dan simbolisasi. Internalisasi menunjuk pada sejauh mana karakteristik moral tertentu penting bagi konsep diri seseorang, sedangkan simbolisasi menunjuk paada sejauh mana karakteristik moral tersebut tampak dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua aspek tersebut sama-sama penting di dalam membentuk perilaku moral. Penelitian Abdul Rahman (2013) menunjukkan bahwa internalisasi dan simbolisasi nilai kesucian sama-sama penting dalam memprediksi perilaku moral.
Faktor situasional
Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor personal, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perilaku moral juga dipengaruhi oleh faktor situasional.
Rambo (1995) menganggap penting faktor konteks dalam proses perubahan keyakinan spiritual seseorang, menurutnya, yang dimaksud dengan kontek adalah lingkungan sosial, kultural, keagamaan, dan personal, baik yang bersifat mikro maupun makro.
Konteks dengan karakteristik berbeda tentu akan menstimulasi perilaku yang berbeda. Budaya timur, misalnya, yang lebih menekankan nilai-nilai kepatuhan, loyalitas, kerja sama, ataupun kesucian tentu akan menstimulasi perilaku yang berbeda dibanding budaya barat yang lebih menekankan individualisme, kebebasan berekspresi, dan sekularisme.
Keluarga yang sekulerpun tentu akan menstimulasi perilaku yang berbeda dibanding keluarga yang religius. Sacara langsung atau tidak, konteks sosial mem-priming pengalaman, dan pengalaman bisa membentuk perilaku.
Penelitian Carpenter dan Marshal (2009) menunjukkan bahwa primming merupakan faktor penting bagi perilaku moral. Penelitian mereka manunjukkan bahwa tanpa primming, ternyata orientasi beragama tidak mampu menurunkan kemunafikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News