WomanIndonesia.co.id – Sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, bulan ramadan merupakan salah satu momen penting yang tidak ingin dilewatkan, tidak terkecuali oleh umat islam yang menderita penyakit diabetes tipe 2.
Banyak di antara penderita diabetes tersebut memilih untuk tetap berpuasa di bulan ramadan. Namun, di sisi lain berpuasa adalah kegiatan yang menantang bagi penderita diabetes tipe 2 karena mereka harus merubah pola makan dengan tetap mengontrol kadar gula darah, serta menggunakan insulin secara tepat.
Data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM) terus mengalami kenaikan. Berdasarkan pemeriksaan gula darah, penderita diabetes nelitus di Indonesia naik menjadi 8,5% dari 6,9% di 2013.
DKI Jakarta menjadi provinsi dengan prevalensi diabetes tertinggi di Indonesia dan persentasenya meningkat dari 2,5% di tahun 2013 menjadi 3,4% di tahun 2018. Olehnya itu, perlu ada perhatian khusus untuk penderita diabetes tipe 2, khususnya dalam tata cara berpuasa agar tetap bisa menjalankan aktivitas seperti biasa di bulan ramadan.
Banyak tantangan dan resiko yang dihadapi oleh penderita diabetes tipe 2 dalam berpuasa, seperti memburuknya kendali gula darah, hipoglikemia, dan risiko dehidrasi.
Di saat menahan lapar dan haus dalam berpuasa, penderita diabetes tipe 2 memiliki resiko terjadinya hipoglikemia, dan ketika berbuka puasa mereka terpapar resiko meningkatnya kadar gula darah.
Puasa ramadan dapat berpengaruh terhadap penurunan berat badan dan perubahan komposisi tubuh, seperti bertambahnya jaringan lemak bertambah dan berkurangnya jumlah massa otot yang mempengaruhi penurunan jumlah dan sensitivitas insulin.
Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, Sp.PD, KEMD, FINA, Dokter Penyakit Dalam mengatakan, pada dasarnya, penderita diabetes tipe 2 boleh saja berpuasa. Namun, mereka juga harus paham mengenai tantangan dan resiko yang dihadapi selama menjalankannya.
“Pasien diabetes tipe 2 diminta untuk tidak terlalu mengubah drastis pola makan; disarankan untuk mendapatkan asupan karbohidrat kompleks saat sahur dan karbohidrat sederhana saat berbuka,” jelas dr. Sidartawan pada workshop di Jakarta, Kamis (9/5).
Selain itu, lanjut dr. Sidartawan, mereka juga wajib menghindari makanan siap saji, gorengan, serta makanan dan minuman bergula serta selalu patuh pada kalori yang boleh dikonsumsi.
“Pasien juga dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter agar mengetahui solusi terbaik baik dari segi pola makan dan pengobatan selama berpuasa,” kata ia.
Agar penderita diabetes tipe 2 dapat tetap sehat dalam menjalankan puasa, mereka harus mematuhi tatalaksana diabetes yang terangkum dalam empat pilar pengendalian diabetes.
Empat pilar tersebut pertama adalah edukasi, pemahaman yang menyeluruh mengenai penyakit diabetes. Kedua, pengaturan makan dengan jumlah yang sudah ditentukan serta menghindari makan berlebihan dan berlemak tinggi.
Ketiga, melakukan kegiatan jasmani secara rutin yang dapat dilakukan sehari-hari misalnya berjalan kaki, menggunakan tangga, bersepeda, dan berenang. Keempat adalah terapi farmakologi yang terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
“Tujuan tatalaksana pasien diabetes ini adalah membantu menurunkan kadar glukosa darah menjadi normal atau mendekati normal, sehingga mencegah terjadinya komplikasi pada pasien,” jelas dr. Sidartawan.
Edukasi mengenai tata cara berpuasa untuk pasien diabetes tipe 2 sangat penting khususnya untuk mereka yang hidup di perkotaan. Terutama dengan adanya penelitian Riskesdas 2018 yang menunjukkan bahwa DKI Jakarta kini menempati peringkat pertama sebagai kota dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi di Indonesia.
dr. Dwi Oktavia T.L. Handayani, M. Epid, Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyatakan, di kota besar seperti Jakarta, salah satu penyebab utama tingginya resiko diabetes adalah gaya hidup masyarakat yang kurang sehat.
Selain itu, meskipun angka penderita diabetes terus meningkat, masih banyak penderita diabetes yang tidak terdiagnosa karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang diabetes dan penganananya.
“Maka itu pemerintah menetapkan empat pilar pengendalian diabetes sebagai usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengubah pola hidup menjadi lebih sehat, dengan berhenti merokok, perbanyak konsumsi sayur dan buah, rutin olahraga, serta memeriksakan kesehatan darah secara rutin di fasilitas kesehatan,” terang dr. Dwi.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga telah menandatangi MOU Cities Changing Diabetes (CCD) yang bekerja sama dengan Kedutaan Besar Denmark dan Novo Nordisk Indonesia untuk menekan pertumbuhan prevalensi diabetes.
Program ini memiliki tiga elemen yang saling berkaitan, yaitu memetakan masalah diabetes, mendorong tindakan nyata dan membagikan pengalaman dari solusi nyata yang sudah berhasil dilakukan untuk memberikan inspirasi bagi kota-kota lain di seluruh dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News