Womanindonesia.co.id – Minyak goreng yang sudah terpakai atau yang sering disebut dengan minyak jelantah ternyata bisa di daur ulang lho.
Nah, untuk masyarakat yang telah menggunakan minyak goreng jangan langsung dibuang ya. Karena minyak jelantah tersebut bisa di daur ulang sebagai biodiesel.
Mau Tahu caranya sulap minyak jelantah jadi biodesel? Yuk simak penjelasannya di artikel ini.
Minyak jelantah dapat diubah menjadi biodiesel yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak solar pada mesin diesel transportasi dan industri. Minyak jelantah dalam biodiesel bukanlah hal baru di dunia.
Beberapa negara menggunakan minyak goreng sebagai energi, bahkan di Indonesia, IPB menggunakannya.
“Minyak jelantah yang diolah dengan baik memenuhi 32% kebutuhan biodiesel nasional. Memiliki peluang untuk dipasarkan baik di dalam maupun luar negeri serta menghemat biaya produksi sebesar 35% dibandingkan biodiesel berbahan baku CPO (minyak sawit mentah) dan menurunkan emisi CO2 sebesar 91,7 % dibandingkan dengan solar,” ujar Effendi Manurung, Koordinator Teknik Bioenergi dan Lingkungan, melansir dari ebtk ESDM.
Pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel diawali dengan proses pemurnian, setelah itu disaring kemudian dicampur dengan karbon aktif kemudian dinetralkan.
Setelah itu dilakukan transfer yang menghasilkan biodiesel mentah dan memurnikannya menjadi biodiesel. Proses ini menggunakan prinsip proses nol.
Effendi mengungkapkan bahwa terdapat beberapa tantangan dalam penggunaan biodiesel berbahan dasar minyak jelantah, antara lain minyak jelantah mengandung asam lemak bebas dalam konsentrasi yang cukup tinggi sehingga diperlukan katalis asam homogen, serta pengembangan alat yang efisien dan hemat biaya teknologi .
Potensi bahan baku dan mekanisme pengumpulan restoran, hotel dan rumah tangga juga harus dipetakan. Penetapan zona pengembangan program juga diperlukan karena sebaran lokasi sumur tidak simetris dengan lokasi pengolahan biodiesel.
Tantangan dan permasalahan utamanya adalah diperlukan mekanisme harga beli dan tidak adanya insentif untuk biodiesel berbasis minyak jelantah karena fokus saat ini adalah insentif berbasis minyak sawit.
Saat ini baru ada dua perusahaan biodiesel berbasis minyak jelantah, yakni Alpha Global Cinergy dan PT. Biodiesel hijau Bali.
Pengenalan biodiesel berbahan dasar minyak jelantah di Indonesia dapat dilakukan melalui beberapa program, antara lain:
Daur ulang minyak jelantah jadi biodiesel:
- Program wajib untuk biodiesel. Proporsi biodiesel berbahan dasar minyak jelantah sebesar 2.765 kL pada tahun 2014-2018. Produksi kemudian terhenti karena keterbatasan bahan baku dan tingginya biaya produksi.
- Program pengembangan di Bali. pt. Biodiesel Bali Hijau telah mengembangkan biodiesel berbasis minyak jelantah yang digunakan sebagai bahan bakar bus sekolah dan genset di beberapa hotel/resort di Bali. Kapasitas terpasang 360 liter/tahun.
- Program pembangunan di Kalimantan. Sebuah kelompok swadaya yang beroperasi di Tarakan Timur berhasil memproduksi biodiesel berbahan dasar minyak jelantah dengan produksi rata-rata 180 liter per hari, dijual seharga Rp11. 000/liter. Dari produksi ini mereka mendapat untung 2 juta per hari.
“Pangsa biofuel terus tumbuh dan mendominasi dengan B30 pada tahun 2020, rencana pengembangan B40 dan B50 serta rencana bahan bakar hijau. Pengembangan program ini membutuhkan sinergi antara LSM, perguruan tinggi, masyarakat dan swasta serta pemerintah, sehingga konversi minyak jelantah menjadi biodiesel dapat dilakukan,” kata Effendi.
Wakil Wali Kota Bekasi Dr. Adhianto yang juga hadir dalam webinar sebagai narasumber mengatakan, masyarakat dapat mengupgrade minyak jelantah yang akan meningkatkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan di perkotaan.
Namun demikian, masih terdapat tantangan besar dalam pemanfaatan UCO antara lain pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan standarisasi mutu biodiesel UCO.
“Pemerintah Bekasi telah mencanangkan 2021 sebagai Hari Sampah Sedunia dan menghimbau untuk mengumpulkan minyak jelantah, tapi ya tantangannya adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat, mereka khawatir minyak jelantah yang mereka kumpulkan masih ada yang laku,” kata Tri.
Terkait minyak jelantah, selain aspek ekonomi dan ekologi, masyarakat juga perlu diinformasikan bahwa minyak jelantah juga dapat digunakan sebagai biodiesel.
Upaya ini merupakan satu kesatuan sistem dari hulu ke hilir. Selain itu, masih banyak kendala terkait pengelolaan organisasi dan pencatatan SOP.
“Saya kira semua pemangku kepentingan harus membahas regulasi dan tata cara pelaksanaan organisasi bersama dengan pemerintah, serta mempersiapkan perubahan cara berpikir dan perilaku masyarakat,” pungkas Three.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News