Womanindonesia.co.id – Dahulu waktu saya masih kecil selalu terpesona melihat kunang-kunang. Aneh, ada serangga yang tubuhnya mengeluarkan cahaya kuning kehijauan. Biasanya serangga atau binatang apapun yang saya tahu tidak ada yang mengeluarkan cahaya seperti kunang-kunang. Ajaib!
Walaupun di kampung saya ada mitos kalau kunang-kunang itu berasal dari kuku orang yang sudah mati, saya tak merasa takut dan tetap kagum. Pernah saya berhasil menangkap satu dan memasukannya ke dalam botol. Semalaman saya menatapnya takjub. “Seandainya semua binatang malam bercahaya, pasti bagus.” Pikir saya sambil membayangkan burung hantu dan kelelawar bercahaya.
Lain lagi dengan laron, binatang kecil yang biasanya muncul di musim penghujan ini tidak bercahaya seperti kunang-kunang tetapi sangat tertarik dengan cahaya. “Matikan lampunya nak banyak laron.” Begitu kata Ibu waktu itu. Ya, setiap musim hujan tiba, laron-laron bermunculan dalam jumlah yang banyak mengitari lampu neon di teras rumah. Bagi saya ini adalah misteri yang belum terpecahkan, kenapa laron sangat tertarik kepada cahaya.
Secara naluriah kita manusia pun tertarik kepada cahaya. Hampir tidak ada yang suka hidup dalam kegelapan. Cahaya adalah bagian yang tak terpisahkan dalam hidup kita. Tidak hanya cahaya dalam pengertian nyata, kita juga menyukai wajah yang bercahaya. Kamu mungkin pernah mendengar ada yang mengatakan; “Wajahnya bercahaya adem ngeliatnya.” Tentu saja bercahaya di sini tidak seperti kunang-kunang atau lampu neon teras rumah. Maksudnya memiliki daya tarik atau memesona. Mungkin karena itulah orang-orang suci selalu digambarkan bercahaya di sekitar wajahnya.
Mari kita sederhanakan, mengapa seseorang itu wajahnya bercahaya? Sebenarnya, apa yang terlihat di wajah seseorang adalah refleksi dari apa yang ada di dalam hatinya. Biasanya orang yang penuh kebencian wajahnya buram, tatapan matanya tajam, dan auranya tidak menyenangkan (bahkan menakutkan). Lain lagi dengan orang yang hatinya baik penuh cinta kasih wajahnya bercahaya, tatapan matanya lembut, dan auranya menyenangkan. Orang-orang betah berlama-lama dengannya.
Orang berhati baik memancarkan energi baik yang menyenangkan – biasanya terlihat di wajah. Mereka juga murah senyum, tutur katanya lembut, pandai menjaga perasaan orang lain, senang memuji, pendengar yang baik, tidak pilih kasih, suka membantu, tidak merasa diri paling benar, dan rendah hati.
Cinta yang berpusat di hati adalah jantung dari setiap ajaran agama. Mari kita tinggalkan perdebatan tentang jalan mana yang benar menuju surga karena semua itu menjadi sia-sia jika tak ada cahaya menerangi, jika hatinya gelap. Dalam kegelapan kita akan tersesat.
Nyalakan hatimu dengan api cinta jangan padamkan lagi dengan kebencian yang akan menyeretmu pada penderitaan. Tak perlu mengumbar dalil-dalil tentang kebenaran untuk menyerang para pendosa. Semua orang berdosa. Nyalakan saja cinta di hatimu, jadilah manusia cahaya bukan menjadi malaikat.
MOHAMAD RISAT | Motivator Jiwa Bahagia
Tulisan ini special ditulis oleh penulisnya langsung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News