Womanindonesia.co.id – Bersyukur, apakah tuntutan untuk bersukur berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan kondisi hidupnya? Misalnya, orang yang kaya harus lebih banyak bersyukur, kalau orang miskin sedikit bersyukur pun tak mengapa.
Apakah seperti itu? Tentu saja tidak seperti itu aturan bersyukur. Kemiskinan pun bisa disyukuri, ”Aku bersyukur menjadi orang miskin karena tidak harus mempertanggung jawabkan kekayaan yang kumiliki nanti di akhirat.”
Bersyukur adalah seni untuk mengelola pikiran atau biasa disebut sebagai mindset. Jadi, sesulit apapun kondisi hidup kita dengan sudut pandang (mindset) yang bijak kita tetap bisa bersyukur, dan semakin banyak kita bersyukur akan semakin bahagia kita, sebuah hukum semesta yang tak perlu diragukan lagi kebenarannya.
Saya masih ingat betul pada tahun 1997 untuk pertama kalinya diminta menjadi MC (Master Of Ceremony) pada event besar yaitu pagelaran musik Jakarta Jazz Festival, saat itu dipercaya memandu acara di panggung utama. Yang ingin saya sampaikan disini bukan siapa saja waktu itu musisi yang tampil atau berapa saya dibayar, melainkan sebuah kejadian di belakang panggung setelah tugas selesai.
Saat itu saya bertanya pada seorang teman, ”Tadi pas gua ngemsi apa aja si kekurangannya?” Dengan mudah teman saya itu menyampaikan kekurangan-kekurangan saya yang daftarnya sangat panjang, dari mulai ngomongnya kurang lantang, lupa memperkenalkan personel band, hingga bahasa Inggrisnya yang salah pengucapan. Sejak kejadian itu, saya merasa malu dan kapok untuk menjadi MC lagi karena tanpa disadari alam bawah sadar saya mengakui itu sebagai sebuah kebenaran mutlak.
Sekarang saya faham bahwa jika kita menginstruksikan pada pikiran seseorang, maka pikiran orang itu akan mencari jawaban sesuai dengan yang diminta. Misalnya kamu meminta seseorang sebelum berangkat kerja untuk menghitung ada berapa jumlah mobil warna kuning yang ditemui selama perjalanan dari rumah ke kantor, otomatis pikirannya akan fokus pada mobil warna kuning dan menghitungnya.
Ceritanya akan lain kalau sebelumnya kamu tidak meminta dia menghitung mobil warna kuning, tapi bertanya kepadanya, ada berapa mobil kuning kamu temui tadi di jalan tadi? Pasti dia akan bingung, karena saat itu sama sekali tidak memerhatikan, apalagi menghitungnya.
Begitu juga jika kita bertanya pada seseorang apa kelebihan yang ada pada diri kita, otomatis pikirannya akan mencari seperti mesin pencari Google yang akan menampilkan hasil pencariannya sesuai dengan permintaan.
Kelebihan yang kita miliki akan dia temukan dengan mudah karena sejalan dengan hukum polaritas bahwa di dalam diri manusia itu ada kekurangan juga ada kelebihannya. Ketika disuruh mencari kelebihan, maka yang ditemukan adalah kelebihan. Sebaliknya, jika yang dicari adalah kekurangannya, maka kekurangannyalah yang akan ditemukan.
Kembali ke masalah tragedi ngemsi sekian tahun yang lalu, harusnya saat itu yang saya tanyakan bukan apa kekurangannya, melainkan apa kelebihannya? Dengan demikian saya akan mengetahui kelebihan atau kekuatan diri yang bisa membuat saya percaya diri.
Apa yang saya ceritakan di atas hanyalah ilustrasi bahwa kita akan mendapat informasi dari seseorang berdasarkan pertanyaan yang kita ajukan. Jawaban yang didapat akan diterima oleh otak kita sebagai sebuah kebenaran yang jika itu diyakini akan menjadi mindset atau sudut pandang kita terhadap diri kita sendiri.
Begitu juga jika pertanyaan itu kita ajukan langsung kepada diri kita. Misalnya, “Mengapa hidupku begini-begini aja?” Google pikiran kita akan mencarikan jawabannya, seperti; karena kamu hanya lulusan SMA, karena orang tua kamu nggak mendukung kamu, karena nasib kamu buruk, dan karena-karena lainnya.
Tetapi kalau pertanyaannya adalah, “Bagaimana caranya supaya aku bisa berhasil?” Maka Google pikiran kita akan menemukan jawabannya, seperti; kamu harus mencari bidang pekerjaan yang sesuai, kamu harus lebih disiplin lagi, kamu harus banyak berusaha dan banyak berdoa.
Untuk menemukan kabahagiaan dengan bersyukur pun sama, mulailah dengan bertanya pada diri sendiri, “Apa saja yang harus aku syukuri dalam hidupku ini?”. Pasti kita akan menemukan banyak hal yang sudah sepantasnya kita syukuri yang mungkin selama ini kita lupakan karena sibuk mengeluh. Jika kita konsisten melakukan ini, maka sudut pandang kita akan membentuk mindset yang membahagiakan.
Bahagia adalah milik orang-orang yang bersyukur, dan bersyukur adalah mindset.
MOHAMAD RISAT | Motivator Jiwa Bahagia
PROFIL JIWA BAHAGIA | Bersyukur Adalah Mindset
Jiwa adalah benih kehidupan yang harus dirawat dengan baik. Pastikan ia tumbuh dengan sehat hingga berbuah kebahagiaan. Jiwa bahagia adalah sebuah upaya untuk menginspirasi siapa pun yang ingin menjalani hidup yang sehat dan bahagia.
Jiwa Bahagia digagas oleh Mohamad Risat, seorang pembicara motivasi dan penulis buku pengembangan diri. Sejak 2008 Risat berpengalaman memberikan pelatihan motivasi untuk umum dan perusahaan. Bank BNI, Bank BRI, PLN, Telkomsel, HM Sampoerna, Aqua Danone adalah diantara perusahaan-perusahaan yang pernah mengundannya (dan ratusan lainnya). Buku pengembangan diri karya Mohamad Risat adalah; Mind Heart Connection, Logika Cinta, Semua Akan Pindah Pada Waktunya, Hati Yang Purnama, dan Jiwa Bahagia – Cara menenteramkan dan membahagiakan jiwa (buku pilihan program Kick Andy).
Informasi dan konsultasi dapat menghubungi +62 811-997-377.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News