BBLR Berisiko Peningkatan Prevalensi Stunting
Womanindonesia.co.id – Di Indonesia, kasus stunting masih menjadi perhatian karena berdampak pada kualitas SDM. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menargetkan penurunan angka prevalensi tengkes menjadi 14% dari jumlah balita di tahun 2024.
Pada tahun 2022, berdasarkan hasil studi Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi tengkes (stunting) di Indonesia turun sebesar 2,8% menjadi 21,6%. Sebagai pusat layanan kesehatan, rumah sakit memiliki peranan penting dalam mempercepat penurunan angka prevalensi tengkes.
Sejalan dengan hal tersebut, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo (RSCM) didukung oleh Fresenius Kabi Indonesia menyampaikan berbagai upaya yang dilakukan untuk mendukung turunnya angka tengkes di Indonesia dalam acara edukasi media yang diadakan pada tanggal 20 Februari 2023.
Pengertian Tengkes (Stunting)
Tengkes adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk atau infeksi berulang. Anak-anak dapat didefinisikan sebagai tengkes jika rasio tinggi-untuk-usia mereka lebih dari dua standar deviasi di bawah median Standar Pertumbuhan Anak WHO.
Tengkes menjadi salah satu fokus pemerintah dan masuk dalam 5 program nasional yaitu Peningkatan Kesehatan Ibu dan Bayi, Penurunan Angka Kesakitan TBC, Penurunan Angka Kesakitan HIV/AIDS, Penurunan Prevalensi Stunting Dan Wasting, dan Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit.
Direktur Utama RSCM, Dr. dr. Lies Dina Liastuti, Sp.JP(K), MARS., FIHA mengatakan, sebagai rumah sakit umum nasional, RSCM memiliki program yang jelas dan terpadu untuk mengatasi masalah tengkes.
Upaya penanganan tengkes dilakukan oleh tiga divisi yaitu Instalasi Pelayanan Terpadu Kesehatan Ibu dan Anak, KSM Kesehatan Anak dan Instalasi Gizi dibawah koordinasi Departemen Pelayanan Medik, Keperawatan dan Penunjang.
Di sisi eksternal, RSCM fokus pada pengampuan rumah sakit dan mengadakan program pendidikan dan/atau pelatihan profesi tambahan bagi dokter spesialis.
“Di sisi internal, kami melakukan deteksi dan pencegahan dini malnutrisi, penyediaan terapi nutrisi mulai dari parenteral, enteral dan oral serta menyediakan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK),” kata Dina dalam webinar belum lama ini.
Lebih lanjut beliau menjelaskan, di RSCM, bagi pasien neonatus dan anak, rumah sakit melakukan pemantauan pertumbuhan lewat grafik dan memberikan dukungan terapi nutrisi berupa total parenteral nutrition dan bahan pangan khusus.
“Kerja sama dengan pihak keluarga dan edukasi mengenai pemahaman tengkes kepada orang tua juga menjadi bagian yang penting,” kata Dina.
Bayi Lahir Prematur dan BBLR Berisiko Peningkatan Prevalensi Stunting
Dokter Anak Konsultan Neonatologi, Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K) menjelaskan, bayi dengan kelahiran prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masuk ke dalam bayi yang berisiko tinggi mengalami tengkes. Indonesia menempati peringkat ke–5 tertinggi angka kelahiran prematur dan BBLR.
Dari 100 bayi yang lahir, terdapat 10 bayi lahir secara prematur dan tujuh bayi dengan kondisi BBLR. Berdasarkan penelitian di 137 negara berkembang, 32,5% kasus tengkes disebabkan oleh kelahiran prematur dan 20% kasus tengkes di Indonesia disebabkan oleh BBLR.
Bayi lahir prematur berisiko untuk mengalami developmental delay, gangguan kognitif, kesulitan belajar dan gangguan perilaku.
Lebih lanjut Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K) memaparkan, pada bayi prematur ada banyak masalah nutrisi seperti alergi dan intoleransi makanan, kebutuhan nutrisi lebih tinggi, lebih rentan penyakit, laju metabolisme protein yang tinggi, laju metabolik yang tinggi, organ yang imatur, dan gudang penyimpanan nutrisi kecil.
Jika bayi sudah mengalami tengkes maka perlu dilakukan tata laksana gizi di rumah sakit dengan pemberian PKMK (Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus) makanan khusus atau dengan pemberian nutrisi parenteral.
Asuhan nutrisi prematur di RSCM dimulai sejak lahir dan dibagi berdasarkan usia kehamilan ketika bayi lahir yaitu kurang dari 28 minggu, antara 28-31 minggu dan diatas 32 minggu namun dibawah 37 minggu.
Jenis nutrisi enteral di RSCM terdiri dari pemberian asi, asi dari donor dan pemakaian ASI dan Human Milk Fortifier serta standard preterm formula.
Diskusikan dengan dokter untuk penanganan bayi prematur yang tepat agar dapat mencegah tengkes.
“Orangtua juga penting memiliki pemahaman yang baik mengenai nutrisi bagi bayi prematur agar dapat bersinergi dengan rumah sakit dalam memberikan nutrisi yang tepat sehingga dapat membantu mengurangi kejadian tengkes,” kata Rinawati.
Ia juga menganjurkan agar bayi rutin diukur lingkar kepala, berat badan dan panjang badan rutin sebagai upaya deteksi dini tengkes.
Dan untuk mendatanya, orangtua dapat menggunakan aplikasi PrimaKu yang merupakan aplikasi tumbuh kembang anak di Indonesia hasil kerja sama antara IDAI dan Kementerian Kesehatan RI.
“Dengan demikian, kita dapat segera melakukan intervensi jika ada risiko atau tanda-tanda tengkes pada bayi,” tambah Rinawati.
Presiden Direktur Fresenius Kabi Indonesia, Indrawati Taurus menyatakan, Fresenius Kabi terus berkomitmen untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat Indonesia, dalam hal ini mendukung pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi tengkes di Indonesia dengan menyediakan program edukasi, solusi nutrisi parenteral agar nutrisi bayi prematur atau BBLR tercukupi.
“Melalui kegiatan media briefing ini, kami berharap fasilitas kesehatan dapat turut bersama-sama memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga dalam mendeteksi dini malnutrisi dan mencegah tengkes,” terangnya.
Fresenius Kabi selalu mendukung program edukasi terkait tata laksana tengkes di Rumah Sakit kepada tenaga kesehatan di beberapa kota di Indonesia dan program ini akan terus dilakukan di tahun 2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News