Womanindonesia.co.id – Kasus Kelainan Jantung Bawaan (KJB) di Indonesia diperkirakan mencapai 43.200 kasus dari 4,8 juta kelahiran hidup atau 9: 1000 kelahiran hidup setiap tahun. Ini berdasarkan data dari Indonesia Heart Association.
Anak dengan PJB memiliki kelainan pada fungsi maupun struktur jantung. Padahal, jantung dibutuhkan untuk memompa darah supaya mengalir ke seluruh tubuh untuk membawa oksigen dan nutrisi bagi tiap sel tubuh. Meningkatnya pengeluaran energi dan asupan nutrisi yang tidak memadai membuat si Kecil mudah kelelahan, napas pendek, hingga pingsan.
Ketidakseimbangan energi jika tidak diatasi dengan tepat dapat menyebabkan terjadinya maltnutrisi dan gagal tumbuh. Untuk itu perlu perhatian ekstra dari orangtua dan orang-orang sekitar agar si Kecil tumbuh sehat dan kualitas hidupnya lebih baik.
Hari Jantung Sedunia
Bertepatan dengan Hari Jantung Sedunia (WHD) yang jatuh pada 29 September 2021 Danone Specialized Nutrition Indonesia memperkuat edukasi bagi para orangtua melalui Webinar yang mengangkat tema “Pentingnya Dukungan Nutrisi Tepat untuk Optimalkan Tumbuh Kembang Anak dengan Kelainan Jantung Bawaan” Rabu (29/9).
Corporate Communications Director Danone Indonesia Arif Mujahidin mengatakan, sesuai dengan tema Hari Jantung Sedunia tahun ini yaitu “Use Heart to Connect”, ia berharap acara ini bisa menjadi penghubung informasi bagi keluarga dan kerabat agar dapat mengambil peran sebagai bagian dari support system bagi anak dengan KJB dan orangtuanya.
“Kami berkomitmen bahwa anak-anak dalam keadaan kesehatan apapun harus tetap mendapatkan asupan nutrisi yang tepat melalui makanan dan minuman agar tumbuh kembangnya optimal dan kualitas hidupnya lebih baik. Orangtua perlu mengetahui perawatan dan dukungan nutrisi tepat sesuai dengan kondisi kesehatan anak, termasuk pada anak dengan KJB,” kata Arif.
Gejala Anak KJB
Dalam webinar tersebut, Dokter Spesialis Anak Konsultan Kardiologi dr. Rahmat Budi Kuswiyanto, Sp.A(K), M.Kes memaparkan, saat lahir tidak semua anak dengan KJB menunjukkan gejala. Pemeriksaan saturasi oksigen pada anak baru lahir dapat menjadi pemeriksaan dalam deteksi dini penyakit jantung bawaan.
Tindakan yang dilakukan jika ditemukan gejala adalah stabilisasi dan pertolongan pertama untuk memperbaiki keadaan umum. Selanjutnya kontrol rutin sesuai anjuran untuk memantau perkembangan penyakit, diagnosis KJB, dan penentuan intervensi. Pada praktiknya, penanganan KJB disesuaikan dengan jenis kelainan dan tingkat keparahannya.
Meski telah mendapatkan intervensi, anak dengan KJB masih mengalami tantangan kesehatan karena anak dengan KJB mengalami pertumbuhan terus menerus, memiliki komposisi tubuh yang bervariasi, dan membutuhkan energi yang adekuat.
“Untuk itu, orangtua memiliki peran penting dalam deteksi dini adanya KJB dan mengoptimalkan perawatan dan intervensi bila terindikasi untuk meningkatkan usia harapan hidup dan kualitas hidup anak dengan KJB,” kata dr. Rahmat.
dr. Rahmat menambahkan bahwa tujuan penanganan KJB berorientasi untuk mencapai Medical Goals (meningkatkan kapasitas fungsional, mengontrol faktor risiko, mencegah progresivitas penyakit, dan mengurangi risiko kematian) dan Health Service Goals (mengurangi waktu perawatan, penggunaan obat-obatan, dan perawatan ulang).
Selain itu, orangtua dari anak dengan KJB juga perlu mewujudkan Psychological Goals (meningkatkan kualitas hidup dan kepercayaan diri, mengatasi kecemasan dan depresi anak) dan Social Goals (dapat menjalani kehidupan sosial).
“Merawat anak dengan KJB tidak sama dengan anak normal. Orangtua dari anak dengan KJB harus selalu memastikan anak mendapatkan penanganan dan perawatan sesuai kondisinya untuk mencapai empat goals tersebut. Keberhasilan penangananan anak dengan KJB dapat mengoptimalkan tumbuh kembang dan meningkatkan kualitas hidup anak,” ujar dr. Rahmat.
Risiko
Sementara Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Dr. dr. I Gusti Lanang Sidhiarta Sp.A(K) menjelaskan, anak dengan KJB memiliki risiko yang signifikan terjadinya ketidakseimbangan energi yang dapat menyebabkan malnutrisi.
Kebutuhan gizi terutama energi dan protein pada pasien KJB lebih besar dari yang direkomendasikan berdasarkan kebutuhan fisiologis, usia dan berat badan. Sementara toleransi volume cairan terbatas karena adanya disfungsi jantung. Oleh karena itu, terapi nutrisi pada anak dengan KJB adalah dengan memastikan kalori dan protein yang cukup untuk memfasilitasi kenaikan berat badan.
“Bentuk paling umum terapi nutrisi pada anak di atas 1 tahun yang mengalami KJB adalah penggunaan formula tinggi kalori sehingga mengurangi volume cairan yang diberikan,” kata ia.
Perbaikan gizi anak dengan KJB dapat mencegah/menurunkan angka kesakitan dan kematian, mendukung tumbuh kembang yang optimal, dan memberikan angka keberhasilan operasi koreksi jantung dengan hasil yang lebih baik, serta kualitas fisik dan mental yang optimal di masa depan.
Orangtua dari Anak dengan KJB
Di kesempatan yang sama, Danone Indonesia juga mengundang perwakilan dari Komunitas Keluarga Kelainan Jantung Bawaan (KKJB) dan Komunitas Little Heart untuk berbagi pengalaman dalam membesarkan anak dengan KJB.
Perwakilan dari KKJB Yuli Lestari berkisah, pada saat lahir, anaknya menyusu terputus-putus, nafas cepat, detak jantung cepat, dan berat badannya sulit naik. Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan, anaknya didiagnosis memiliki kelainan jantung bawaan dan harus menjalani operasi.
Menyadari kondisi anak yang memerlukan perhatian ekstra, ia rajin berkonsultasi dengan dokter spesialis jantung anak dan dokter gizi untuk mengejar tumbuh kembang anak. Salah satu yang ditekankan oleh dokter adalah memastikan kebutuhan nutrisi anak tercukupi.
Gangguan gizi pada anak dengan KJB dapat menyebabkan anak sering sakit karena daya tahan tubuh menurun dan berpengaruh terhadap keberhasilan operasi jantung di kemudian hari. “Oleh karena itu, saya giat mengejar status gizi baik anak saya sejak awal mengetahui bahwa anak saya mengalami penyakit jantung bawaan,” ujarnya.
Sedangkan perwakilan dari Komunitas Little Heart Agustina Kurniari Kusuma menceritakan tentang harapannya agar anak-anak dengan KJB dapat tumbuh sehat dan optimal. Sebagai orangtua, ia harus mengoptimalkan tumbuh kembang anak apapun tantangannya.
Setelah mengetahui anaknya memiliki KJB, ia bergabung dengan komunitas Little Heart untuk mendapatkan informasi sekaligus support system dari sesama pejuang tumbuh kembang anak dengan KJB. Kalau membayangkan harus menghadapi sendiri, ia mungkin akan menyerah dan lebih banyak stress menghadapi kondisi anak yang berbeda dan butuh penanganan khusus.
“Di komunitas, kami saling menguatkan dan membantu satu sama lain, baik melalui dukungan moril maupun materiil bagi yang mampu. Kami menanamkan semangat kebersamaan untuk selalu mengupayakan yang terbaik untuk jantung hati kami,” pungkasnya.
sumber: Indonesia Heart Association
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News